Menurut data yang dikeluarkan oleh Dcode EFC Analysis, sektor industri yang paling cepat terdampak COVID-19 adalah industri pariwisata. Beberapa sektor industri yang menjadi bagian dari sektor pariwisata sudah pasti terpengaruh, salah satunya adalah industri perhotelan.
Adanya imbauan pemerintah untuk melakukan physical distancing, larangan kegiatan bersifat mengumpulkan massa, pembatasan sarana transportasi, penutupan beberapa bandara di daerah, serta ketakutan masyarakat untuk melakukan perjalanan mengakibatkan tamu hotel berkurang. Bahkan, ada beberapa hotel yang tidak memperoleh tamu sama sekali.
Dengan berkurangnya tamu, mengakibatkan berkurangnya pendapatan sehingga cash flow terganggu, sementara kewajiban harus tetap dibayarkan, termasuk kewajiban pada pihak ketiga. Hal ini mengakibatkan hotel menempuh beberapa cara untuk mengatasinya, mulai dari pemotongan gaji, pengurangan jumlah karyawan, hingga menghentikan operasionalnya.
Berdasarkan laporan PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), hingga 6 Maret 2020 telah ada 1.266 hotel di 31 provinsi yang menutup kegiatannya. Provinsi Jawa Barat menyumbangkan jumlah terbesar dengan 320 hotel, diikuti Bali sebanyak 282 hotel, Yogyakarta 98 hotel, dan Jakarta 96 hotel.
Untuk membantu anggotanya agar bisa bertahan menghadapi badai COVID-19, PHRI meminta perhatian pemerintah untuk memberikan bantuan di bidang pajak, keuangan, ketenagakerjaan, gas, listrik, serta pajak dan retribusi daerah. Untuk keringanan pajak, PHRI mengharapkan adanya Relaksasi PPh Pasal 21 untuk membantu likuiditas pekerja dan Relaksasi PPh Pasal 25 untuk memberi ruang likuiditas bagi usaha pariwisata.
Sementara untuk sektor keuangan yang berhubungan dengan pihak ketiga, yaitu kreditur, diharapkan adanya campur tangan pemerintah sehingga ada penangguhan atau cuti dalam melakukan pembayaran kewajiban perbankan, baik bunga maupun pokok pinjaman, atas fasilitas kredit yang diterima oleh pelaku usaha pariwisata, khususnya hotel dan restoran.
Untuk biaya yang berhubungan dengan ketenagakerjaan, diharapkan adanya pembebasan iuran BPJS (Ketenagakerjaan dan Kesehatan) tanpa pengurangan manfaat untuk jangka waktu satu tahun ke depan, pembebasan kewajiban pelaporan bulanan BPJS (Ketenagakerjaan dan Kesehatan), Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada pekerja, mengganti pelatihan bagi karyawan pada program kartu prakerja dengan uang tunai, pencairan tabungan tunjangan hari tua agar dapat dimanfaatkan dalam situasi dirumahkan, subsidi THR oleh pemerintah, atau pembayaran THR dapat dilakukan saat recovery.
Sementara untuk hal yang menyangkut Pajak & Retribusi Daerah, PHRI berharap para anggotanya dibebaskan dari pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2020, dibebaskan pajak hotel dan restoran untuk sementara waktu, dibebaskan pajak hiburan untuk sementara waktu, adanya diskon Pajak Air Bawah Tanah, diskon terhadap retribusi sampah, dan pembebasan pajak reklame.
Harapan lainnya adalah berhubungan dengan operasional hotel, yaitu adanya diskon tarif gas karena melonjaknya nilai tukar dolar terhadap rupiah, menghilangkan pembayaran listrik menggunakan pembayaran minimum menjadi perhitungan pembayaran mengikuti jumlah jam nyala, menurunkan Faktor Kali Meter (FKM) menjadi 10, serta memberi diskon 50 persen dari tarif per Kwh.
KOMENTAR
0