Data pribadi belum dianggap banyak orang sebagai data berharga yang harus dirahasiakan. Seiring dengan perkembangan teknologi, data pribadi menjadi sesuatu yang substansial untuk sejumlah kepentingan.
“Sejumlah masyarakat tidak paham dengan potensi kejahatan akibat kebocoran data pribadi. Data itu seperti nama lengkap, tempat tanggal lahir, alamat, nomor telepon hingga email,” kata Devi R. Ayu, Founder & CEO Cindaga Comms Consultant cindaga.com Malang, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat (08/10/2021).
Menurut dia, orang Indonesia cenderung tidak paham dengan bahaya dari data pribadi yang menyebar. “Jadi kalau tersebar, mereka biasa saja,” ujar Devi.
Dia mengatakan, ancaman yang berpotensi terjadi adalah scam dan phishing. Scam adalah tindakan penipuan dengan berusaha meyakinkan pengguna, misal memberitahu pengguna jika mereka memenangkan hadiah tertentu yang didapat jika memberikan sejumlah uang.
“Sementara phishing adalah teknik penipuan yang memancing pengguna. Misal untuk memberikan data pribadi mereka tanpa mereka sadari dengan mengarahkan mereka ke situs palsu,” kata dia.
Menurut Devi, terdapat beberapa ancaman yang dapat terjadi jika data kita bocor, di antaranya:
- Bongkar Password
Masih banyak dari pengguna internet yang menggunakan tanggal lahir sebagai password atau kata kunci untuk mengakses akun email dan media sosial. Dengan mengetahui tanggal lahir korban, peretas bisa saja membuka dan membajak akun korban. Oleh karenanya, pengguna Internet disarankan untuk tidak menggunakan tanggal lahir sebagai password dan rutin menggantinya. Selain itu, netizen juga disarankan mengaktifkan sistem pengamanan two factor authentication (TFA) dengan menggunakan one time password (OTP) melalui SMS hingga USSD. TFA melibatkan pihak ketiga yaitu operator untuk mengirimkan OTP yang digunakan untuk otorisasi transaksi.
- Dibuat Untuk Mengakses Pinjol
Data pribadi kita juga bisa disalahgunakan bagi peretas untuk mengajukan pinjaman online (pinjol). Kemudian kita baru sadar menjadi korban peretasan setelah muncul tagihan. Yang tak kalah parah, data kita bisa disebar ke sejumlah orang dan situs dengan status orang yang terlibat utang.
- Profiling untuk target politik atau iklan di media sosial
Data-data personal yang diambil bisa dipakai untuk rekayasa sosial hingga profiling (membuat profil pengguna). Bila 279 juta data tersebut diproses, maka big data itu bisa dianalisis yang bermanfaat untuk profiling penduduk. Misalnya berdasarkan umur dan demografi penduduk berdasarkan lokasi, hobi, hingga jenis kelamin. Big data tersebut bisa digunakan untuk sosialisasi politik maupun target iklan di media sosial.
- Bobol Layanan Keuangan
Data nomor telepon dan sebagainya itu bisa digunakan untuk membobol akun media sosial atau layanan lain. Sebagai contoh untuk membobol layanan pembayaran digital seperti Gopay atau Ovo.
- Telemarketing
Data nomor telepon bisa diperjualbelikan untuk kepentingan telemarketing. Maka tak heran jika seseorang mendapat panggilan telepon dan ditawarkan sebuah jasa atau produk. Anehnya, penelpon sudah mengetahui nama lengkap Anda meski tak pernah berafiliasi dengan perusahaan tersebut sama sekali. Selain itu, SMS spam berbau penipuan mulai penawaran berhadiah juga cukup menjengkelkan. Kita bisa menjadi ‘korban’ telemarketing ketika data nomor ponsel sudah tersebar.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0