Jejak digital yang tidak terurus bisa memengaruhi reputasi online seorang karyawan perusahaan. Jejak digital atau digital footprint, adalah tapak data yang tertinggal setelah beraktivitas di internet.
“Kegiatan seperti mengirim email, mengunjungi sebuah website, hingga posting sesuatu di media sosial sudah cukup untuk meninggalkan digital footprint,” kata Bogy Tris Adhi Nugroho, Owner of Madani Enterprise, dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur, Senin (9/8/2021).
Jika diumpamakan, menurut dia, jejak digital bisa dibandingkan dengan wisata ke pantai. “Kamu sudah pasti akan meninggalkan jejak kaki di pasir,” ujar Bogy.
Pengguna, lanjut dia, bisa secara aktif mempublikasikan informasi sensitif terkait pekerjaan dan kehidupan mereka dengan membagikannya pada blog pribadi. Atau, pengguna mungkin secara pasif, seringkali tidak sengaja, menyumbangkan metadata mereka pada layanan yang sering digunakan.
Contohnya seperti menyebarkan alamat IP perangkat, menampilkan perilaku penjelajahan di search engine, dan loyalitas pada layanan yang bisa melacak informasi pengguna. “Masalahnya, masih banyak orang yang belum sadar mengenai risiko berbahaya yang bisa hadir dengan meninggalkan informasi sensitif tersebut,” ujar dia.
Bogy mengatakan, sesungguhnya terdapat bahaya yang dapat ditimbulkan dengan menyisakan jejak digital, seperti:
- Digital Exposure.
Risiko berbahaya pertama yang dapat ditimbulkan jejak digital adalah digital exposure. Istilah satu ini mengacu pada akses bebas yang didapatkan orang-orang tak bertanggung jawab pada data-datamu. Hal ini bisa menyebabkan kerugian yang cukup parah. Seperti pencurian identitas atau tindakan kriminal lainnya.
- Phishing
Risiko berikutnya yang bisa timbul karena tidak berhati-hati dengan digital footprint merupakan kegiatan phishing. Serangan manipulatif ini bisa membahayakan pengguna dengan membobol data-data penting mereka, seperti rekening ATM atau berbagai file berharga di tempat kerja. Biasanya, tindakan kriminal ini bisa terjadi karena penyerang sudah mendapatkan informasi sensitif korban yang tertinggal di internet.
- Reputasi Profesional.
Di era global ini, rekruter akan memerhatikan pola hidup serta kepribadian kandidat berdasarkan aktivitas mereka di media sosial. Hal ini bisa membahayakan pekerja bila mereka tidak mengelola jejak digital dengan benar. Jika perusahaan menemukan aktivitas yang dirasa kurang sesuai dengan kultur mereka, reputasi profesional si kandidat bisa tercoreng.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0