Belantara media sosial menyuguhkan segala informasi termasuk berita-berita lengkap dengan judul dari yang biasa-biasa saja sampai bombastis. Seringkali judul-judul berita yang tampil bisa membuat dahi mengernyit, tapi tak jarang “sukses” membawa pembaca hanyut untuk meng-klik.
“Fenomena ini sering disebut clickbait,” kata Nurchairiyah Harahap, Account Manager at Fuse Lab Integrated Creative Partner, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Jumat (17/9/2021).
Clickbait, kata dia, merupakan istilah untuk judul berita yang dibuat untuk menggoda pembaca. Banyak orang yang terjebak dengan judul clickbait ini.
“Biasanya menggunakan bahasa yang provokatif nan menarik perhatian. Fenomena clickbait mencuat dalam dunia digital khususnya media online. Tujuannya hanya satu untuk menarik pembaca atau warganet masuk ke sebuah situs web dan mendulang apa yang disebut sebagai pageview atau jumlah klik yang masuk,” ujar Nurchairiyah.
Dia mengatakan, upaya memaksimalkan jumlah keterbacaan tiap artikel jadi kondisi yang harus dihadapi media digital masa kini. Semakin banyak yang membaca sebuah artikel, semakin menggelembung pageview sebuah media. Kondisi ini sering diasosiasikan dengan peluang mendapatkan pengiklan, apalagi sistem iklan yang berkembang saat ini sudah merambah pada layanan AdSense.
Laman dukungan AdSense mengatakan situs web memperoleh pendapatan dengan menampilkan iklan yang ditawarkan AdSense. Penerbit memperoleh uang ketika pembaca meng-klik iklan atau hanya melihat atau membacanya. Ini artinya, dengan sistem AdSense, pageview sangat menentukan.
Oleh karena itu, lanjut dia, pengguna media digital wajib mengetahui tentang netiket, yaitu tata cara dan tata krama beretika dalam dunia digital atau internet. Menurut Nurchairiyah, ada empat prinsip dalam beretika digital yang wajib diketahui.
Pertama, kesadaran akan memiliki tujuan mencari berita atau informasi. Kedua, integritas. Prinsip ini berkaitan dengan kejujuran, menyebarkan informasi sesuai fakta, waspada, dan sikap enggan memanipulasi data.
Ketiga, kebajikan terkait penggunaan untuk tujuan kebermanfaatan dan kebaikan. Keempat, sikap tanggung jawab terhadap dampak dan akibat dari konten yang dibuat atau dibagikan. “Bila diterapkan dengan baik dan benar, keempat prinsip itu dapat mencegah penyebaran hoaks dan mengurangi konten negatif di internet,” katanya.
Nurchairiyah mengatakan, kreator konten di dunia maya memiliki kewajiban untuk melawan dan mencegah penyebaran misinformasi atau informasi yang tidak benar. Disinformasi atau ketika seseorang menyebarkan informasi padahal orang tersebut mengetahui berita tersebut tidak benar, dan malinformasi yang berarti informasi dengan tujuan menjatuhkan pihak-pihak lain.
“Dalam berkomunikasi di ranah digital, kita harus memiliki berbagai macam kecakapan. Bukan hanya dalam menggunakan perangkat digital atau aplikasi saja, melainkan cakap memahami konten yang dibuat dan cakap memproduksi konten yang bermanfaat,” katanya.
Kreator konten, menurut Nurchairiyah, juga wajib memiliki kecakapan dalam mendistribusikan konten dan berpartisipasi untuk membuat ruang digital aman serta nyaman bagi semua pengguna. “Marilah kita menjadi warga negara digital yang Pancasilais dengan berpikir kritis dan bergotong royong memajukan kolaborasi untuk kampanye literasi digital,” tuturnya.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0