Di balik pesatnya pertumbuhan pariwisata Bali, tersimpan isu lingkungan yang mengancam Pulau Dewata ini. Untuk itu, pemerintah memberlakukan tarif masuk sebesar Rp150.000 kepada wisatawan mancanegara yang masuk ke Bali. Tarif masuk tersebut nantinya akan digunakan untuk menjaga lingkungan di Bali, salah satunya adalah pengelolaan sampah.
Namun, sejak diberlakukan pada 14 Februari 2024, baru 40 persen wisman yang membayar tarif masuk Bali tersebut. Oleh karena itu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif terus menggiatkan sosialisasi melalui lintas kementerian/lembaga, maskapai penerbangan, dan stakeholder pariwisata lainnya.
“Sosialisasi insentif kebijakan bea masuk wisman di Bali perlu digalakkan. Tingkat kepatuhan harus ditingkatkan agar aturan baru ini dapat ditegakkan di lapangan,” ujar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.
Di sisi lain, pengelolaan sampah di kawasan wisata Bali menjadi perhatian utama. Sandiaga mengapresiasi upaya stakeholder dalam menerapkan pola reduce, reuse, dan recycle serta mengembangkan bank sampah di Bali. “Terima kasih kepada stakeholder yang terlibat karena pengelolaan sampah di Bali menggunakan pola tersebut. Tempat pengelolaan ini akan terus kami amplikasi,” ujarnya.
Sandiaga berharap, dengan adanya pungutan bea masuk wisman, pembentukan bank sampah di Bali dapat ditingkatkan untuk mendukung pengelolaan sampah yang berkelanjutan sesuai Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 mengatur tentang pengelolaan sampah dengan pola 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
Kebijakan bea masuk wisman dan pengelolaan sampah merupakan dua isu penting yang harus bersinergi antara pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan. Sinergi ini menjadi kunci sukses dalam mewujudkan pariwisata Bali yang berkelanjutan, ramah lingkungan, dan memberikan pengalaman terbaik bagi wisman.
KOMENTAR
0