Bobobox terus berusaha menciptakan inisiatif sosial dan lingkungan yang berkelanjutan. Selain memberdayakan masyarakat setempat dan juga pembangunan penginapan yang ramah lingkungan, pada Oktober 2023 ini Bobobox meluncurkan fitur Carbon Offset Toggle yang bekerja sama dengan Fairatmos, perusahaan teknologi iklim lokal.
Dengan inisiatif ini, Bobobox ingin membuat masyarakat, terutama pengguna akomodasinya, semakin menyadari pentingnya membangun lingkungan berkelanjutan, salah satunya dengan menyeimbangkan jejak karbon atau sering disebut zero carbon. Inisiatif Bobobox ini juga dalam rangka mendukung target Kemenparekraf untuk mengurangi emisi karbon hingga 50% di industri pariwisata Indonesia pada tahun 2030, serta mencapai industri turisme bebas emisi pada tahun 2045.
Antonius Bong, Co-Founder & Presiden Bobobox, mengatakan, Bobobox ingin menjadi pionir sebagai perusahaan gaya hidup yang berkomitmen terhadap keberlanjutan lingkungan. Harapannya, inisiatif ini menginspirasi bisnis lainnya di industri turisme Indonesia untuk mengambil langkah-langkah kecil yang bermakna bagi lingkungan sambil berlibur.
“Kami juga ingin menginspirasi konsumen untuk memulai dari langkah yang sederhana, tapi berdampak signifikan terhadap lingkungan. Salah satunya berpartisipasi dalam inisiatif carbon offset Bobobox. Dengan demikian, kami tidak hanya memberikan pengalaman yang tidak terlupakan, tapi juga bermakna bagi konsumen, masyarakat lokal, dan juga lingkungan,” ujarnya.
Dalam menjalankan inisiatif lingkungan yang berkelanjutan ini, Bobobox menggandeng Fairatmos dalam melakukan proses perhitungan emisi sesuai standar yang berlaku secara global, transparan, dan akuntabel. Kompetensi Fairatmos yang mumpuni mendukung Bobobox dan konsumen akomodasi dengan memulai langkah baik mengimbangi jejak karbon lewat fitur Carbon Offset Toggle di aplikasi Bobobox.
Natalia Rialucky Marsudi, CEO Fairatmos, mengatakan, pihaknya melakukan perhitungan emisi lewat berbagai aspek untuk memastikan akurasi yang tepat. “Kami secara detail menghitung emisi karbon berdasarkan aspek, seperti, jenis kamar, durasi menginap, dan lokasi akomodasi,” ujarnya.
Hasilnya, menurut perhitungan Fairatmos, setiap pengguna yang menginap di akomodasi Bobobox rata-rata mengeluarkan emisi CO2 sebanyak 6,6 kg tCO2 untuk jenis akomodasi Bobopod, dan 8,2 kg tCO2 untuk akomodasi Bobocabin. Jejak karbon yang dikeluarkan itu umumnya bisa diserap oleh 54-68 pohon mahoni. Adapun aktivitas manusia modern yang bisa meningkatkan emisi karbon saat menggunakan akomodasi antara lain penggunaan listrik dan internet. Kedua aktivitas itu menyumbang porsi emisi gas rumah kaca yang signifikan.
Selain itu Fairatmos dan Bobobox juga berfokus pada dua aspek dalam memilih proyek di Indonesia, yaitu penyerapan karbon dan daya tahan jangka panjang. Natalia juga menyatakan bahwa Fairatmos juga mendukung proyek restorasi 150.000 hektare lahan gambut di Kalimantan, yang tidak hanya melindungi biodiversitas namun juga menyerap sekitar 7,5 juta ton karbon dioksida.
Langkah-langkah yang diambil termasuk pengukuran emisi pada setiap kabin dan pods, diikuti dengan penawaran offset karbon. Dana yang terkumpul akan dialokasikan untuk program kredit karbon yang bertujuan menurunkan emisi, dengan dokumentasi dan sertifikasi yang terhubung ke sistem seperti SRN dan platform internasional lainnya.
“Kami memulai inisiatif ini sebagai komitmen untuk membawa dampak positif bagi lingkungan dengan mengajak konsumen mengurangi jejak karbon melalui fitur terbaru kami, yaitu Carbon Offset Toggle,” ungkap Antonius.
Dengan fitur toggle carbon offset, pengguna Bobobox bisa ikut berpartisipasi dalam ragam gerakan pengurangan karbon ketika menginap di produk akomodasi Bobopod dan Bobocabin, salah satunya dengan cara mendukung Katingan Mentaya Project yang terletak di Kalimantan Tengah, dan offset karbon SPE-GRK Proyek Lahendong Pertamina NRE yang terletak di Sulawesi Utara.
“Perhitungan karbon juga menjadi salah satu concern dari Kemenparekraf. Apalagi sekarang tujuannya adalah quality tourism, salah satunya adalah dalam hal pariwisata berkelanjutan juga quality hospitality. Oleh karena itu, kepedulian dari masyarakat setempat akan menjadi faktor penting dalam menarik perhatian mereka. Ini juga berfungsi sebagai tolak ukur untuk sektor industri terkait dan memperluas jangkauan dampak positif dalam waktu dekat,” ujar Mulyanto Y.S, Direktur Tata Kelola Destinasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
KOMENTAR
0