Labuan Bajo Bukan Hanya Komodo

Friday, 16 April 21 Bayu Hari
Desa Wisata Wae Rebo
DCIM100GOPROGOPR0745.JPG

Terlalu sederhana apabila terbang ke Labuan Bajo hanya untuk melihat Komodo. Pasalnya ada keseruan berbeda yang didapat ketika bertandang Wae Rebo dan Todo di Kabupaten Manggarai. Dua kampung adat itu tempat tepat untuk mengenal sejarah Suku Manggarai di Pulau Flores.

Berbeda dengan Pulau Komodo yang menjual lanskap alam dan keunikan hewan purba, Kabupaten Manggarai lebih banyak menampilkan sajian budaya berbalut kearifan masyarakat lokal yang bernuansa tradisional. Di Todo misalnya, wawasan turis akan terisi dengan sejarah asal-usul Suku Manggarai yang ternyata erat kaitannya dengan Suku Minangkabau di Sumatera Barat.   

“Masyarakat Wae Rebo ini keturunan dari Minangkabau. Dan orang Wae Rebo itu yang pertama berada di Todo, setelah itu baru orang Todo yang sekarang berada di Todo,” kata Frans Mudir, Ketua Adat Desa Wae Rebo.

BACA JUGA:   Bertualang di Desa Wisata Selasari

Kemudian, Frans menjelaskan tentang keunikan tujuh bangunan di Wae Rebo yang erat kaitannya dengan siklus kehidupan manusia. Menurutnya, Rumah Gendang (rumah induk) itu terdiri dari lima tingkat yang disanggah oleh sembilan tiang kayu. Lima tingkat itu menarasikan kandungan janin yang sudah berbentuk bayi pada usia lima bulan, dan sembilan tiang tersebut menggambarkan kesempuraan atau waktu bayi untuk lahir ke bumi.

Sementara itu, Vinsensius Jemadu, Direktur Pemasaran Pariwisata Regional I Kemenparekraf/Baparekraf mengatakan bahwa literasi budaya yang ada di Manggarai apabila dengan padukan dengan lanskap alam yang dimiliki Labuan Bajo bakal menciptakan sebuah produk wisata yang lebih menyejahterakan masyarakat. 

Menurutnya, Labuan Bajo sebagai Destinasi Super Prioritas akan memiliki nilai tambah jika dipadukan dengan budaya dari destinasi penyanggahnya. “Itu akan membuat turis tinggal lebih lama, pengeluarannya juga bertambah, dan itu langsung menetes ke bawah (masyarakat),” katanya.

BACA JUGA:   Ada Rindu Labuan Bajo di Stasiun MRT

Lebih lanjut ia menjelaskan, daya tarik budaya semisal itu banyak ditemui desa-desa wisata di Kabupaten Manggarai. Keunikan budaya Wae Rebo yang telah menghasilkan pendapatan desa lebih dari Rp1 miliar per tahun, hanya salah satu dari beberapa desa wisata di Manggarai. 

Selain itu, ada Desa Meler di Kecamatan Ruteng yang tersohor dengan persawahan jaring laba-labanya atau kerap disebut juga spider rice field. Kemudian ada Desa Liangbua, yang memiliki keunikan sebagai pemukiman pada zaman prasejarah.

“Itu menjadi potensi bagi Kabupaten Manggarai untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dari sektor pariwisata,” kata Vinsen.

Guna mewujudkan potensi wisata tersebut, Kemenparekraf/Baparekraf beberapa waktu lalu mengadakan famtrip dan Bimtek (Bimbingan Teknis) untuk pelaku pariwisata di Manggarai. Beberapa profesional didatangkan untuk berbagi wawasan tentang bagaimana menyusun produk wisata yang menarik, hingga cara membuat konten promosi yang apik untuk media sosial. 

BACA JUGA:   IVENDO Ingin Jadikan Pengelola Desa Wisata Sebagai EO Profesional

Upaya dari Kemenparekraf/Baparekraf itu disambut baik oleh Herybertus Geradus Laju Nabit, Bupati Manggarai. “Untuk mendukung Labuan Bajo sebagai destinasi super prioritas, kami akan menopang dari sisi budayanya. Dan itu sudah mulai dikembangkan, seperti di Wae Rebo dan Todo. Jadi kita akan menuju ke sana,” katanya.