Pasca-pandemi, Destinasi Berkelanjutan akan Jadi Primadona

Tuesday, 05 May 20 Harry
raja ampat papua

Hadirnya kondisi kenormalan baru dalam berwisata pasca-pandemi COVID-19 membuat para pengelola destinasi wisata di Tanah Air menata ulang tempat wisatanya sehingga menghadirkan kesan yang lebih baik untuk wisatawan, termasuk mulai menerapkan pariwisata berkelanjutan.

Dalam kegiatan “Ngabuburit Pariwisata Nasional” dengan tema “Peran Sentral Sustainable Tourism pada Paradigma Baru Pariwisata Pasca COVID-19” yang diadakan pada 4 Mei 2020, Staf Ahli Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Frans Teguh mengatakan bahwa pariwisata berkelanjutan jadi sebuah konsekuensi dari bagian pengembangan pariwisata.

Turut hadir dalam acara tersebut Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, anggota Indonesia Sustainable Tourism Council (ISTC) M. Baiquni, Ketua Umum DPP GIPI Didien Djunaedy, serta Waketum GIPI yang juga anggota ISTC David Makes.

Frans menjelaskan, dalam penerapan pariwisata berkelanjutan sudah terdapat pedoman-pedoman yang dikeluarkan oleh Global Sustainable Tourism Council. Indonesia juga secara aktif berkoordinasi dengan UNWTO hingga terbentuknya Indonesia Sustainable Tourism Council (ISTC). Bahkan, pemerintah juga telah menyusun pedoman dalam penerapan pariwisata berkelanjutan, yakni melalui Permenpar Nomor 14 tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan.

BACA JUGA:   Butuh SDM Pariwisata Andal untuk Berkompetisi di Era Digital

Kemenparekraf pun telah memiliki framework serta action plan hingga sertifikasi yang bekerja sama dengan universitas untuk dapat menumbuhkan destinasi pariwisata berkelanjutan di berbagai daerah.

“Hasilnya, sudah banyak sebenarnya penggiat pariwisata, pelaku desa wisata, serta komunitas yang telah berhasil menerapkan pariwisata berkelanjutan sehingga dapat memberikan nilai tambah dalam perkembangan ekonomi maupun pengembangan secara umum,” kata Frans Teguh.

Namun, untuk menerapkannya lebih luas lagi dibutuhkan kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan pariwisata.

“Kerja pariwisata berkelanjutan bukan hanya kerja sektoral, tapi harus menyeluruh baik masyarakat, pemerintah, akademisi dan lainnya atau yang biasa kita sebut pentahelix. Berbagai disiplin ilmu harus bekerja bersama-sama dan memperbaiki pendekatan-pendekatan kita untuk tidak hanya meningkatkan daya saing tapi juga daya keberlanjutan dari kegiatan kepariwisataan,” kata dia.

BACA JUGA:   Menyapa Bromo Usai Bencana

Untuk itu, Frans menegaskan bahwa saat ini jadi momentum yang baik untuk menyiapkan destinasi pariwisata kita ke depan.

“Saat ini momentum untuk membenahi, reopening atau rebound untuk menyiapkan strategi. Yang kami tawarkan dari pemerintah adalah menerapkan dan mengaplikasikan pola kerja pariwisata berkelanjutan dengan parameter dan indikatornya secara komprehensif,” kata Frans.

David Makes menambahkan, pariwisata berkelanjutan akan menjadi peluang yang sangat besar ke depan, terutama pasca-pandemi, karena selain menjadi kebutuhan wisatawan, dari sisi investasi juga tidak terlalu besar.

Ia memberi contoh sungai-sungai di Venesia, Italia, yang biasanya dasar aliran sungai tidak pernah terlihat, namun kini menjadi sangat bening dan banyak ikan bahkan lumba-lumba yang masuk ke dalam area Venesia. Inilah yang harus dikapitalisasi.

“Tanpa harus melakukan reinvestment secara besar-besaran tapi mengkapitalisasi yang sudah ada di sekitar destinasi namun dengan sedikit sentuhan berkelanjutan maka bisa melahirkan pariwisata baru, baik sebagai destinasi maupun sebagai sebuah produk pariwisata. Namun, dibutuhkan pemimpin untuk dapat melahirkan yang kita sebut ‘new normal’ pariwisata,” kata David.

BACA JUGA:   Review Razer Blade 14, Laptop Gaming Ringkas Performa Kencang!

Abdullah Azwar Anas juga sependapat bahwa arah kebijakan pembangunan berkelanjutan menjadi peluang besar dalam menyambut pariwisata pasca-pandemi. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah siap dan memiliki program recovery pariwisata yang salah satunya dengan pendekatan pariwisata berkelanjutan.

“Tinggal bagaimana konsistensi daerah membuat regulasi. Misalnya kami membuat Perdes bagaimana sawah tidak boleh dibangun, kemudian di sekitar bandara juga tidak boleh dibangun dan seterusnya,” kata Azwar Anas.