Pelaksanaan Aceh Culinary Festival (ACF) yang berlangsung pada 5-7 Juli 2019 di Taman Ratu Safiatuddin Banda Aceh dikunjungi 62 ribu orang dan berhasil membukukan transaksi sebesar Rp4,1 miliar.
“Kuliner Aceh merupakan suatu proses rangkaian dari proses hulu ke hilir. Sebab, komersialisasinya bisa dimulai dari wisata agrikultur, wisata organik, wisata pendidikan, wisata sejarah, sampai wisata membuat makanan,” kata Tenaga Ahli Menteri Pariwisata Bidang Management Calender of Event (CoE), Esthy Reko Astuti, saat pembukaan ACF 2019.
Dalam portofolio pariwisata selama ini, sektor kuliner menyumbang sekitar 30-40 persen pendapatan pariwisata. Ekonomi kreatif berkontribusi sebesar 7,38 persen terhadap perekonomian nasional dengan total PDB sekitar Rp852,24 triliun, dari total kontribusi tersebut subsektor kuliner menyumbang 41,69 persen.
“Kalau kuliner dibina dengan baik, semua aspek akan tersentuh. UMKM tersentuh, pariwisata, budaya juga tersentuh. Sangat luas pengaruhnya. Apalagi sektor perekonomian,” ujar Esthy.
Menurut Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Helvizar Ibrahim, sektor kuliner menjadi salah satu potensi yang menjanjikan bagi pariwisata Aceh.
“Bahkan hingga di Indonesia bagian timur pun, mie Aceh disukai masyarakat luas. Kopi Gayo yang telah mendunia. Itu semua menjadi bagian budaya dan tradisi Aceh. Sebuah identitas yang harus dimaksimalkan untuk mendukung pariwisata,” ujar Helvizar.
Sementara itu, pakar kuliner Chef William Wongso yang juga hadir dalam ACF 2019 mengatakan masakan Aceh memiliki cita rasa kuat dalam setiap menunya.
“Membicarakan kuliner Aceh itu selalu menyenangkan. Karena sangat kuat cita rasa yang dihadirkannya. Ada asam, gurih, dan pedas. Belum lagi kekuatan rempahnya yang sangat luar biasa. Ragam olahannya banyak. Ini menjadi keunggulan tersendiri dari kuliner Aceh,” ujarnya.
KOMENTAR
0