Wisata adalah kepercayaan. Ketika orang sudah percaya untuk melakukan perjalanan wisata ke suatu destinasi, artinya destinasi tersebut aman dan layak untuk dikunjungi. Usai wabah COVID-19 berlalu melahirkan kenormalan baru yang di dalamnya mensyaratkan destinasi tersebut sehat, terbebas wabah, dan masyarakat yang sangat mengerti dan selalu menjaga kesehatan.
Christina L. Rudatin, dosen Prodi MICE Politeknik Negeri Jakarta, mengatakan, wisata leisure adalah kebutuhan pribadi di mana orang berpikir selama ini mereka terkungkung akibat aturan PSBB yang ditetapkan pemerintah, maka kemudian membutuhkan pelepasan yang sifatnya leisure. Dari sisi itu, wisata diprediksi akan bagus setelah pandemi COVID-19 berlalu.
Di sisi lain, ketika ada PSBB, lockdown, pembatasan perjalanan, serta krisis yang menyebabkan pemotongan gaji hingga PHK di sebagian masyarakat menjadikan pendapatan mereka berkurang sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka perlu tambahan dana yang diambil dari tabungan. Hal ini tentunya akan memengaruhi keputusan mereka dalam berwisata. Selain memilih destinasi yang sehat dan aman serta tidak begitu terdampak COVID-19, mereka juga akan memilih yang lebih terjangkau sesuai dengan isi kantongnya.
“Perjalanan wisata sekarang cukup traumatis dan memiliki ketidakpastian yang tinggi. Dulu pariwisata mencari sesuatu yang baru, sekarang lebih memilih destinasi yang terjangkau serta familiar, yang mereka sudah tahu sehingga akan didapat rasa aman,” ujar Christina.
Christina menambahkan, yang seharusnya berlari kencang adalah wisatawan bisnis. Mereka berusaha memulihkan kembali bisnisnya yang terdampak pandemi COVID-19 dengan menjalin kembali hubungan bisnis dengan kliennya melalui pertemuan secara langsung.
“Pasca COVID-19, mereka membutuhkan banyak pertemuan, tetapi formatnya akan mengalami perubahan, lebih prosedural, lebih sehat, dan lain sebagainya, sehingga akan lahir new normal,” tambahnya.
KOMENTAR
0