Snap Mor, budaya mancing di Kabupaten Biak, Numfor, Papua, jadi daya tarik bagi wisatawan yang bertandang saat Festival Biak Munara Wampasi 2019.
Menurut Budayawan Biak Mikaron Sumbre, budaya mancing ketika air laut sedang surut ini telah menjadi tradisi sejak dahulu. “Sebelum memancing dilakukan ritual terlebih dahulu,” katanya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, ritual itu bertujuan guna mensucikan diri agar hasil pancingan membawa keberkahan bagi masyarakat di Biak. Seusai melakukan ritual, kemudian masyarakat Kabupaten Biak berbondong-bondong berlari menuju air laut untuk menangkap ikan.
Dahulu, Snap Mor menggunakan kayu yang dibuat menjadi runcing. Namun kehadiran penjajah Belanda dan Jepang maka perlahan menggunakan besi putih pada bagian ujungnya yang berfungsi untuk menangkap ikannya.
“Jika, tombak berukuran besar maka jumlah besi putihnya sebanyak delapan buah, namun jika berukuran kecil maka cukup enam buah saja. Penggunaan besi putih karena besi putih tidak mudah berkarat ketika masuk ke dalam air laut,” katanya.
Adapun jenis ikan yang dipancing kebanyakan merupakan jenis ikan karang seperti kerapu, kakap merah, kakap putih, dan ikan kapas khas Biak.
“Tradisi memancing ini selalu dilakukan pada bulan Juli, ketika air laut dalam kondisi surut. Tradisi ini bisa dilakukan oleh masyarakat maupun wisatawan yang ingin mencoba menangkap ikan,” kata Sekda Biak Markus Mansnebra.
Pada kesempatan yang sama, anggota Calender of Event Kementerian Pariwisata Raseno Arya menilai kehadiran Snap For memperlihatkan keragaman pariwisata Indonesia dari sisi yang lain yakni sisi budaya.
“Biak menjadi salah satu pulau paling indah di Indonesia Timur selain kekayaan alam. Kita melihat bahwa kekuatan budaya sangat menonjol sehingga sangat layak untuk dipelihara dan dilestarikan,” katanya.
KOMENTAR
0