Sungai Musi merupakan jantung kehidupan penduduk di Sumatera Selatan, khususnya di Palembang. Sungai dengan lebar rata-rata 504 meter dan panjang 750 kilometer ini menjadi tempat untuk berbagai kegiatan, mulai dari mencuci pakaian, mandi, ataupun tempat berjualan. Ya, banyaknya perahu yang mondar-mandir di Sungai Musi menciptakan peluang bagi masyarakat untuk menjual bensin atau solar di tepi sungai, tepatnya di rumah-rumah apung yang ada di pinggir sungai. Ada juga bengkel terapung untuk memperbaiki mesin perahu yang rusak.
Selain itu, fungsi Sungai Musi yang utama adalah menjadi jalur transportasi, seperti untuk transportasi kargo, batu bara, kayu, pupuk, dan sebagainya. Di tengah-tengah Sungai Musi, tak jauh dari pabrik PT Pupuk Pusri, ada obyek wisata Pulau Kemaro. Untuk mencapai Pulau Kemaro harus menggunakan perahu, yang kalau ditempuh dari Benteng Kuto Besak sekitar 15 menit, tergantung jenis perahu yang digunakan dan kekuatan aliran sungai, atau berjarak hanya lima kilometer dari Jembatan Ampera.
Pulau Kemaro terbentuk dari sebuah sejarah percintaan antara saudagar dari Cina bernama Tan Bun An dengan gadis bernama Siti Fatimah. Konon, ketika Tan Bun An ingin melamar Siti Fatimah, pihak mempelai istri meminta syarat dibawakan sembilan guci emas. Bun An pun menyanggupinya, dan emas dikirim dari Cina dengan cara ditutupi sayuran agar tidak dirampok.
Sayangnya, Tan Bun An tidak mengetahui isi kiriman tersebut setibanya di Palembang karena tertutup oleh sayuran tersebut. Lalu ia membuang semua sayuran tersebut dan guci yang ada di bawahnya ke sungai. Ketika guci terakhir dibanting, keluarlah isi emas yang disembunyikan. Tan Bun An pun menyesal, lalu terjun ke sungai untuk mengambil emas yang telah dibuang, tapi sayangnya ia tak kembali muncul. Siti Fatimah pun menyusul ke dalam air, dan ia sempat berpesan, “Kalau ada gundukan tanah di sungai itu, itu adalah kami.”
Itulah ihwal terbentuknya sebuah pulau kecil yang berada di tengah-tengah aliran sungai ini. Dan di Pulau Kemaro ini terdapat makam Tan Bun An dan Siti Fatimah—yang ramai dikunjungi peziarah saat Cap Go Meh.
Oleh Pemkot Palembang, Pulau Kemaro dijadikan salah satu obyek wisata di aliran Sungai Musi. Para wisatawan tidak dikenakan tiket masuk ketika mengunjungi pulau ini. Ada dua bangunan utama di pulau ini, yakni bangunan makam Tan Bun An dan Siti Fatimah serta sebuah pagoda setinggi 50 meter. Bangunan makam berada di depan, dekat pintu masuk dari dermaga pulau. Sementara itu, bangunan pagoda berada agak di tengah pulau.
Kata “kemaro” sendiri memiliki arti ‘kering’. Mitosnya, meskipun turun hujan deras dan debit air Sungai Musi naik, pulau ini tidak pernah kebanjiran atau tertutup air. Meskipun berada di tengah aliran sungai, pulau ini cukup adem karena banyak terdapat pohon kelapa. Penjual makanan dan minuman pun banyak yang menyediakan kursi-kursi bertenda. Pulau ini tidak berpenduduk, dan ukurannya juga cukup kecil.
Selain itu, di dekat bangunan pagoda, ada sebuah pohon besar yang oleh setempat awalnya dinamakan pohon cinta. Mitosnya, kalau menulis nama kita dan pasangan di batang pohon itu hubungannya akan langgeng. Namun, karena pohon itu terlalu sering dipanjat, pihak pengelola Pulau Kemaro takut ada yang jatuh, lalu pohon tersebut pun dikelilingi pagar. Akhirnya, tempat tersebut pun berganti nama menjadi Pagar Cinta karena orang-orang mulai menuliskan namanya di pagar tersebut.
KOMENTAR
0