Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) kembali hadir untuk merayakan Bulan Fintech Nasional 2024. Digelar untuk ke-6 kalinya, IFSE, menjadi langkah konkret dalam memperkuat kepercayaan digital dan perlindungan konsumen di ekosistem fintech Indonesia.
IFSE hadir pada tanggal 12-13 November 2024 di The Kasablanka Hall, Mall Kota Kasablanka Lantai 3 yang berfokus pada peningkatan keamanan siber, transparansi, dan keberlanjutan di sektor keuangan digital. Acara ini diselenggarakan oleh Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI)
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan bahwa teknologi kini menjadi elemen kunci dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Salah satu perkembangan penting yang terjadi saat ini adalah konsep open banking, yang memungkinkan nasabah berbagi informasi keuangan dengan penyedia pihak ketiga, seperti fintech dan penyedia layanan pembayaran.
Kendati demikian, ia menilai open banking juga menghadirkan tantangan penting di dalamnya seperti keamanan dan interoperabilitas data. Sehingga, pengelolaan teknologi informasi yang aman menjadi sangat penting untuk mengantisipasi potensi serangan siber dan risiko pihak ketiga.
“Tantangannya nyata namun kita dapat mengatasi rintangan ini dengan memprioritaskan keamanan, interoperability, dan kepercayaan. Melalui dukungan regulasi dan kemitraan lintas industri, OJK berkomitmen untuk mengembangkan landscape perbankan digital di mana inovasi dan keamanan berkembang dengan pesat,” ujar Dian.
Hal senada juga dikatakan Sophia Wattimena, Ketua Dewan Audit OJK, yang menganggap ancaman siber saat ini kian berkembang dan semakin berbahaya. Berdasarkan laporan Digital Defense Report 2024 dari Microsoft, ancaman siber semakin kompleks mulai dari kasus ransomware, phishing, penipuan identitas (impersonation), hingga pengambilalihan akun (account takeover).
“Kondisi ini menuntut kolaborasi antara regulator, lembaga jasa keuangan, dan inovator teknologi untuk menyelaraskan langkah pencegahan, deteksi, dan remediasi terhadap insiden siber di sektor jasa keuangan,” papar Sophia.
Marshall Pribadi, Founder & CEO Privy sekaligus Wakil Ketua IV AFTECH, menyampaikan skema penipuan saat ini memang sudah semakin canggih. Metode yang ada saat ini memberikan peluang yang sama bagi seseorang untuk mengulangi upaya penipuan pada puluhan platform peer-to-peer lending. Oleh karena itu, kata dia, solusi yang diperlukan adalah user-centric digital identity.
“Artinya, untuk membuka akun di platform peer-to-peer lending, atau bahkan di lembaga jasa keuangan mana pun, tidak cukup hanya dengan foto KTP dan video saja. Harus ada akun identitas digital yang berbasis pada sertifikat elektronik. Penyelenggara identitas digital ini haruslah third-party (pihak ketiga) yang netral. Dengan demikian, data identitas pengguna akan terfederasi secara aman,” ujarnya.
Menurutnya, dengan menggunakan federated digital identity yang dikelola pihak ketiga yang netral, segala upaya penipuan, seperti manipulasi NIK, foto wajah, dan data lainnya dapat terdeteksi dan dihentikan lebih awal. Hal ini tentunya akan meminimalkan potensi penipuan di seluruh platform secara lebih efektif.
KOMENTAR
0