Pandemi Covid-19 membuat banyak yang menyadari, internet bisa juga digunakan untuk pembelajaran jarak jauh. Begitu juga dengan pekerja, kini dengan belajar dan bekerja dari jarak jauh menjadi lebih efisien karena seseorang menjadi lebih multitasking.
“Ketika dia ada di satu tempat dia sedang melakukan satu hal sambil mengerjakan hal lain. Bahkan yang dilakukannya pun mungkin juga bisa bermanfaat bagi banyak orang karena dia berbicara atau mengeluarkan ilmunya langsung pada banyak orang dalam satu waktu,” kata Adi Tahir Nugraha Founder Kolaboratif.id dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/10/2021).
Hal tersebut, kata dia, harus direspon bagaimana ke depannya kita hidup menggunakan teknologi informasi untuk menjalani keseharian. “Pemerintah pun harus mendukung dengan memberikan fasilitas teknologi informasi yang lebih baik. Agar akselerasi menyambut digital di masa depan dapat terwujud dengan luar biasa,” ujar Adi.
Namun, lanjut dia, di balik segala aktivitas di dunia maya yang membuat seseorang bisa menjadi multitasking ini tetap harus ada norma-norma di ruang digital. Jangan sampai ada norma yang dikesampingkan. Menurut Adi, jangan sampai moral kita disimpan di ruang nyata tapi dibawa juga di ruang digital. Jika kecakapan digitalnya mumpuni tapi tidak ada aspek moral, maka menjadi sebuah kekurangan dari kecakapan itu sendiri.
Terdapat netiket atau etika berinternet sehingga para masyarakat digital ini masuk ke dalam dunia digital dengan penuh makna juga kegembiraan. “Bukan menebar sesuatu yang mengerikan, membuat orang cemas. Pentingnya kita menjadi warga digital yang baik dengan menerapkan prinsip-prinsip netiket yang bisa dijadikan sebagai standar operasional digitalisasi,” kata dia.
Jadi prinsip-prinsip interaksi di ruang digital yang sebetulnya sama dengan konsep berkomunikasi dan bersosialisasi di ruang nyata. Bagaimana orang yang beragama memiliki norma agama dalam menjalani kehidupan. Sebagai manusia yang multikultural di Indonesia tapi tetap nilai-nilai religius yang kemudian harus dikedepankan sebagai dasar kita beraktivitas di dunia digital.
“Agama juga memproteksi komunikasi bagaimana kita diajarkan ketika menerima informasi harus seperti apa, ada yang namanya tabayun apalagi jika menerima informasi mengenai aib seseorang, yang harus dilakukan adalah menutupi aib saudara kita sendiri. Itu merupakan bagian dari ajaran agama yang sebenarnya sangat cocok untuk diterapkan di ruang digital,” ujar Adi.
Indonesia, kata dia, juga memiliki kultur ketimuran yang mengajarkan bagaimana menjadi masyarakat Timur yang memiliki nilai etika yang tinggi. Masyarakat digital juga harus melakukan budaya partisipasi aktif, jangan sampai ketika melihat orang yang kesusahan bersikap acuh tak acuh baik di ruang nyata maupun digital.
“Bahkan, sekarang jika melihat orang kesusahan bukan hanya dijadikan konten untuk sekadar difoto atau mengambil video, tapi kita bisa berbuat langkah nyata. Ruang digital juga medium terbaik untuk berkolaborasi dalam kebaikan, mengawal perubahan. Sudah tidak ada zaman lagi bersaing ke berkompetisi walaupun bukan berarti tidak ada kompetisi lagi di ruang digital namun bersaing secara sehat,” tutur Adi.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0