Pandemi COVID-19 memaksa pelaku industri pariwisata, khususnya MICE, untuk melek terhadap teknologi. Beberapa kegiatan MICE terpaksa harus dialihkan secara digital, seperti webinar dan pameran virtual, untuk mengurangi risiko penyebaran virus Corona serta agar bisnis tetap berjalan.
Jublia, salah satu perusahaan asal Singapura, memanfaatkan momen ini untuk mengembangkan bisnisnya. Jublia sendiri merupakan perusahaan yang menyediakan alat-alat dalam bidang networking business matching untuk event daring.
Errol Lim, COO at Jublia, mengatakan, saat ini mindset digital sudah mulai diterapkan oleh para pelaku MICE di dunia. Terjadi perubahan bisnis yang dilakukan pelaku MICE selama pandemi ini dengan menggelar banyak kegiatan MICE online dan memanfaatkan teknologi yang ada.
“Dengan MICE online ini, kita bisa mulai melakukan bisnis tanpa harus mengorbankan nyawa seseorang. Saat ini juga sudah banyak webinar-webinar yang tujuannya sama untuk mengedukasi, memberi informasi, tips, dan segala hal di berbagai sektor bisnis,” kata Errol.
Kendati mendukung perubahan bisnis ini, menurut Errol, ada beberapa hal yang tidak dapat digantikan melalui kegiatan MICE online. Apalagi, cakupan dari bisnis MICE cukup luas sehingga banyak pelaku usaha di dalamnya yang masih mengandalkan kegiatan MICE secara langsung atau tatap muka.
“Di industri MICE ini ada pelaku hotel dan pemilik venue juga. Bisnis mereka-mereka ini yang tidak dapat digantikan hanya dengan kegiatan MICE online,” dia menambahkan.
Saraswati Subadia, Director of Sales and Marketing Westin Resort Nusa Dua & BICC, mengatakan, pemanfaatan teknologi saat ini memang sangat dibutuhkan untuk mengatasi lesunya bisnis MICE. Namun, sektor hotel yang mengandalkan keramahtamahan tidak dapat hanya dilakukan secara online atau virtual.
“Kami memang merespons apa yang industri perlukan saat ini, tetapi dengan konsep yang kami punya, tidak bisa hanya dilakukan secara virtual. Di sini, kami benar-benar mengutamakan kenyamanan dan kebutuhan masing-masing dari individu yang datang ke hotel,” jelas Saras.
Mulya Amri, Research Director Katadata Insight Center, mengungkapkan terjadi pelonjakan data terkait kegiatan webinar semenjak pandemi COVID-19. Menurutnya, cara ini dilakukan agar para pelaku MICE tetap dapat melakukan bisnisnya di tengah kondisi seperti ini.
“Walaupun dari segi data sudah banyak sekali webinar, tetapi ada satu hal yang tidak bisa digantikan dengan pertemuan online, yakni face to face interaction,” kata Mulya.
Meskipun memiliki kemudahan akses untuk kegiatan MICE online, tetapi manfaat yang didapat tidak sebanyak saat melakukan pertemuan tatap muka. Menurutnya, MICE online hanya sekadar memberikan edukasi dan informasi saja, tanpa memberikan efek positif lainnya, seperti kerja sama bisnis yang berkelanjutan.
“Kalau webinar seperti ini, setelah acara selesai ya langsung selesai semua. Tidak ada kesempatan untuk peserta berinteraksi di luar webinar. Padahal, kalau mau melakukan bisnis itu diperlukan face to face untuk membangun trust,” ujarnya lagi.
Ia membandingkan dengan kegiatan MICE yang dilakukan secara langsung dan bertatap muka. Menurutnya, selain dapat membangun kepercayaan, dengan kegiatan bertatap muka dapat menciptakan sebuah inovasi baru untuk melakukan bisnis ke depannya.
“Kalau datang ke event live, setelah event selesai pasti banyak peserta yang mendatangi pembicaranya untuk sekadar tukar kartu nama bahkan minta waktu untuk ngobrol bersama. Biasanya, dari obrolan itu akan tercipta bisnis opportunity dan akan muncul ide-ide baru untuk bisnisnya. Makanya, saat ini kita masih butuh event online dan tatap muka,” jelasnya.
Hal senada juga dikatakan oleh Iyung Masruroh, Direktur Wisata Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Events) Kemenparekraf. Menurutnya, meskipun kegiatan MICE online tengah menjadi tren, namun kegiatan tatap muka tidak dapat ditinggalkan.
“Kegiatan online ini tidak bisa kita lakukan secara terus-menerus karena di MICE banyak pemain yang masih mengandalkan pertemuan tatap muka, seperti pelaku venue, PCO, PEO, dan lainnya. Jangan sampai kita melupakan yang offline dan membuat mereka semua menderita ke depannya,” ujar Iyung.
Belum lagi dengan kendala jaringan internet yang lama, membuat kegiatan MICE online sering kali tidak berjalan dengan baik. Oleh karenanya, dia berharap, kegiatan MICE online dan tatap muka dapat jalan berdampingan sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
“Jadi, hibrid ini juga bisa menjadi salah satu solusinya, setengah untuk kegiatan online dan sisanya dibuat offline. Intinya itu, segala sesuatu yang berhubungan dengan online memang memudahkan kita, tetapi jangan sampai menggantikan yang offline,” jelasnya lagi.
KOMENTAR
0