Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Republik Indonesia sukses menyelenggarakan acara prestisius Southeast Asia Business & Economic Forum (SEABEF) 2024 pada 2-3 Oktober 2024 di Swissotel Jakarta PIK Avenue. Perhelatan SEABEF kedua ini mengusung tema “The Transformative Impact of Sustainability on The Business Event Industry” dengan tujuan yang ingin selaras dengan isu global BGCE (Blue, Green, Circular Economy) dan berkelanjutan.
SEABEF 2024 diharapkan menjadi wadah penting bagi para pelaku bisnis serta pemangku kebijakan dari seluruh wilayah Asia Tenggara untuk bertukar pikiran dan menciptakan solusi terhadap tantangan-tantangan yang ada. Tema tahun ini berfokus pada bagaimana inovasi teknologi dapat mendukung penyelenggaraan kegiatan MICE yang berkelanjutan.
Vinsensius Jemadu, Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf, mengatakan, ada tiga hal penting yang menjadi pembahasan dalam acara SEABEF 2024, yaitu transformasi teknologi, sustainability, dan sumber daya manusia.
Untuk membahas mengenai ketiga masalah tersebut, SEABEF menghadirkan sejumlah pembicara ahli dan juga pelaku usaha bidang MICE, baik dari Indonesia maupun Asia Tenggara. Pada sesi plenary pertama bertajuk “Global Association Forum: A Sustainable Hope From Around the Globe”, hadir pembicara Waikin Wong, Regional Director ICCA (International Congress and Convention Association) Asia Pasifik, serta Imam Syafganti, Dosen MICE Politeknik Negeri Jakarta.
Imam mengatakan, tiap negara punya titik awal yang berbeda-beda untuk menjalankan praktik berkelanjutan. Karenanya, meski Indonesia tertinggal dalam hal penerapan praktik berkelanjutan dibandingkan beberapa negara tetangga, ada peluang yang bisa diambil.
“Saat di level bawah, ada ruang untuk improve. Indonesia bisa belajar dari best practices negara lain, bahkan bisa jadi Indonesia akan lebih inovatif penerapannya dibandingkan yang sudah ada,” ujar Imam.
Hal senada disampaikan oleh Vinsensius Jemadu, Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf, saat menjadi salah satu pembicara di sesi plenary berikutnya, yaitu “Government Forum: The State of Now: Devising Strategic Business Events Policies in Southeast Asia”. Menurutnya, tiap negara punya tujuan yang berbeda-beda dalam hal sustainability, misalnya Singapura tidak punya sumber daya alam yang melimpah, makanya mereka berusaha untuk menghemat listrik dan juga air.
“Membandingkan Indonesia dengan Singapura itu tidak apple to apple. Secara overall kita akui bahwa kita membutuhkan kerja keras yang luar biasa untuk mencapai indikator-indikator sustainability yang diakui secara global. Tapi kalau kita bicara secara individual, misalnya per kelompok, ada beberapa entity kita bahkan yang sudah jauh berkembang aspek sustainability-nya,” ujar Vinsensius.
Vinsensius menambahkan, problem terbesar Indonesia saat ini adalah limbah makanan (food waste). Pasalnya, di setiap meeting atau konferensi pasti selalu ada makanan yang tidak dihabiskan. “Jadi harus dimulai dari sendiri dan hal kecil dulu untuk mulai menangani hal ini,” ujar Vinsensius.
SEABEF 2024 hari pertama ditutup dengan “SEA Association Forum: Streamlining Business Strategy Towards Net Zero Goals” yang menghadirkan dua pembicara, yaitu Richard Ireland, Presiden Singapore Association of Convention & Exhibition Organizers & Suppliers (SACEOS), serta Yudha Imam Sutedja, Wakil Sekretaris Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (ASPERAPI).
Praktik Berkelanjutan Terbaik
Perhelatan SEABEF 2024 hari kedua lebih fokus membahas praktik terbaik penerapan sustainability di bidang MICE, di antaranya penggunaan teknologi untuk mengurangi material tidak ramah lingkungan, serta manajemen pengelolaan sampah yang dihasilkan dari sebuah event.
Michael Bayu, Direktur Dyandra Promosindo, mengatakan, salah satu sampah terbesar yang dihasilkan dari perhelatan konser adalah plastik. Karenanya, Dyandra bekerja sama dengan Holcim untuk membakar sampah plastik yang dikeluarkan dari sebuah event karena Holcim memiliki incinerator khusus untuk plastik.
Ika Nazarudin, PR Manager Pacto Convex, menambahkan, beberapa praktik yang dilakukan oleh Pacto Convex untuk menerapkan prinsip berkelanjutan dalam sebuah meeting atau konferensi adalah menggunakan teknologi deteksi wajah untuk masuk ke dalam ruangan, water station di area lounge, menggunakan kendaraan listrik untuk shuttle bus, menggunakan aplikasi untuk mengganti printing material, serta berkolaborasi dengan perusahaan waste management untuk menghitung jumlah karbon yang keluar selama acara.
Acara SEABEF 2024 tidak hanya menjadi forum diskusi, tetapi juga ajang bagi para peserta untuk menjalin kemitraan strategis, baik di tingkat lokal maupun internasional. Dengan tantangan global yang semakin kompleks, SEABEF 2024 hadir sebagai platform yang sangat tepat untuk merumuskan strategi bisnis dan kebijakan yang mampu menjawab tuntutan zaman. Para pemimpin bisnis, pengusaha, akademisi, dan pemerhati ekonomi diundang untuk hadir dan menjadi bagian dari perubahan yang akan membawa Asia Tenggara menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Firnandi Gufron, Direktur Wisata Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran Kemenparekraf, berharap SEABEF bisa masuk ke dalam agenda utama ATF (ASEAN Tourism Forum) pada tahun 2025.
“Kita berharap SEABEF masuk dalam agenda ATF, tapi tentu ada persyaratan yang harus dilengkapi. Untuk itu, sebelumnya kita harus menunjukkan eksistensi dan konsistensi kita untuk menjalankan ini dulu. Goal kita adalah ingin menjadi destinasi MICE dunia, minimal di tingkat Asia Tenggara dulu,” ujar Firnandi.
KOMENTAR
0