Pemerintah mendorong pengembangan konsep kepariwisataan di Destinasi Super Prioritas (DPSP) atau Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Labuan Bajo yang memerhatikan aspek konservasi dan keberlanjutan sosial budaya, ekologi, dan ekonomi untuk menyejahterakan masyarakat. Saat ini pemerintah fokus pada penataan kawasan dan penguatan transformasi sosial budaya masyarakat.
Kegiatan penataan Labuan Bajo meliputi: (1) Penataan Kawasan Puncak Waringin, Batu Cermin, Waterfront Labuan Bajo, dan Pulau Rinca berupa pembangunan dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendukung wisata; (2) Penataan lanskap Labuan Bajo; (3) Pembangunan pengelolaan sampah dengan proses thermal (incinerator); (4) Optimalisasi IPAL dengan kapasitas 500 KK; dan (5) Pembangunan SPAM dan jaringan perpipaan Wae Mese II dengan kapasitas 2 x 50 liter/detik untuk melayani penyediaan air minum di Labuan Bajo, serta reservoir dengan kapasitas 50 m3 untuk melayani kawasan Loh Buaya Pulau Rinca yang sumber airnya berasal dari IPA Wae Mese.
Untuk kawasan Loh Buaya Pulau Rinca, kegiatan dilaksanakan pada Zona Pemanfaatan dengan prinsip peningkatan kualitas sarana dan prasarana yang sudah ada untuk menjaga agar Komodo dan satwa lain dapat hidup sesuai dengan habitatnya, sekaligus meningkatkan keamanan dan keselamatan bagi peneliti dan pengunjung. Desain infrastruktur tersebut juga telah mempertimbangkan kenyamanan bagi penyandang disabilitas.
Selain program konservasi, pemerintah juga terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat melalui program upskilling dan reskilling serta pemberdayaan masyarakat untuk dapat berpartisipasi pada kegiatan pariwisata di TN Komodo dan desa-desa sekitar TN Komodo serta Labuan Bajo.
Kegiatan tersebut seperti mengembangkan desa wisata, sentra kreatif, produk kreatif, pengembangan bisnis model untuk UMKM dan usaha masyarakat serta penguatan basis pertanian, peternakan, perikanan dan perkebunan sebagai rantai pasok untuk pengembangan ekonomi masyarakat.
Terhadap permohonan izin pemanfaatan di Pulau Muang dan Pulau Bero untuk dijadikan sebagai Pulau ekowisata dalam rangka mendukung pengembangan kawasan pariwisata TanaMori, pemerintah tetap berkomitmen tidak mengizinkan adanya pengembangan sarana-prasarana di kedua pulau tersebut. Namun, kegiatan wisata alam secara terbatas dimungkinkan dengan penyediaan jasa oleh masyarakat di sekitar pulau. Dengan demikian, sampai dengan saat ini tidak ada perubahan zonasi pada kedua pulau tersebut dari apa yang sudah ditetapkan.
Penataan kawasan di TN Komodo dilakukan sesuai dengan peraturan dan kaidah yang berlaku untuk menjaga kelestarian habitat Komodo. Usaha penyediaan sarana wisata alam di kawasan konservasi dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di sekitar taman nasional dengan tetap memerhatikan kelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Pembangunan sarana dan prasarana hanya diperbolehkan pada ruang usaha di zona pemanfaatan TN Komodo. Luas ruang usaha di TN Komodo adalah 562,75 ha (0,32% dari luas TN Komodo).
Berdasarkan hasil analisa di lapangan penataan sarana dan prasarana yang saat ini dilakukan di Pulau Rinca, akan berdampak baik bagi ekosistem seperti meminimalisir singgungan antara wisatawan dengan satwa dengan pengaturan jalur trekking dan ketersediaan pusat informasi sebagai sarana edukasi dan peningkatan keamanan dan kenyamanan bagi wisatawan (terutama untuk penyandang disabilitas dan usia dini). Selain itu, pengaturan jalur trekking juga mengembalikan fungsi alami habitat serta mengurangi dampak akibat aktivitas wisatawan terhadap habitat Komodo di Loh Buaya Pulau Rinca.
Pengembangan Pulau Komodo dan Pulau Rinca sebagai kawasan wisata alam tetap dan akan selalu dilakukan dengan menerapkan Community-Based Tourism (CBT) maupun Community Based Conservation (CBC) yang berbasiskan adat dan budaya, serta keragaman hayati.
KOMENTAR
0