Sebagai salah satu anak perusahaan UBM Plc, yang berbasis di London, Inggris, UBM Asia tumbuh menjadi salah satu pemain besar dalam industri pameran Asia. Gerak UBM Asia semakin gesit ketika Jime Essink ditunjuk sebagai pucuk pimpinan pada November 2007. UBM Asia tercatat sebagai organizer ekshibisi dan komersial terdepan dan terbesar di Tiongkok, India, dan Malaysia. Hingga saat ini, UBM Asia telah memiliki 30 kantor perwakilan di 24 kota besar dunia dengan total 1.300 karyawan.
Lulusan Private and Commercial Law dari Utrecht, Belanda, ini mengaku bahwa keterlibatannya dalam bisnis pameran berawal dari ketidaksengajaan. “Jujur, saya sebenarnya tidak terlalu suka belajar hukum. Ketika saya berkecimpung dalam industri pameran, saya melihat begitu banyak hal. Ini seperti seni membangun sesuatu, banyak hal yang terlibat di dalamnya: mulai dari pemasaran, kehumasan, hingga teknologi digital. Ini industri kompleks, namun dinamis,” katanya.
Sukses membawa UBM Asia lebih dalam memasuki pasar Asia dan ASEAN, Jime mengaku tidak lantas puas dengan perolehannya. Dia mengatakan, banyak hal yang dapat diraihnya pada masa depan. “Konsisten dan berusaha mencapai standar yang lebih tinggi adalah kunci saya untuk tidak cepat merasa puas. Tantangan bersama UBM Asia masih panjang. Banyak hal yang harus kami benahi,” tuturnya.
Untuk mengetahui lebih jauh sepak terjang UBM Asia di Indonesia, wartawan majalah VENUE, Bayu Hari Himawan dan Siska Maria Eviline, serta fotografer, Catur Ekono, melakukan wawancara dengan Jime Essink dalam kunjungan singkatnya ke Jakarta.
Bagaimana Anda melihat peluang pasar Asia dan ASEAN?
Berbicara tentang pasar Asia, saya dapat katakan sangat cerah dengan Tiongkok dan India sebagai penopang utama. Pertumbuhan ekonomi kedua negara itu sangat cepat, dan apabila Anda dapat memasukinya, akan sangat mudah untuk memasuki pasar lain.
Sebenarnya saya sangat dikejutkan dengan perkembangan Asia dalam 20 tahun terakhir. Dulu, Tiongkok menggelar event di sebuah convention center yang tidak terlalu luas dengan stan-stan kecil tempat orang-orang menikmati makan siang mereka. Kini, Tiongkok memiliki convention center dengan luas hingga 500.000 meter persegi yang dilengkapi dengan teknologi canggih dan fasilitas nyaman. Ini kemajuan yang sangat luar biasa.
Selain Tiongkok, Hong Kong juga memiliki pasar yang sangat besar. Pada Juni-Juli 2015 mendatang, akan ada pameran yang memakai lahan 100.000 meter persegi, sedangkan September 2015 UBM Asia akan menggelar pameran perhiasan di atas lahan 160.000 meter persegi. Kalau dijumlahkan, ada sekitar 350.000 meter persegi pameran kami di Hong Kong, sedangkan di Tiongkok mencapai 500.000 meter persegi.
Serupa dengan Asia, ASEAN juga peluang positif bagi perusahaan kami ke depan. Seperti kebanyakan negara Asia lainnya, ASEAN juga mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup positif, sekitar 6,9 persen pada tahun 2014.
Apa alasan itu yang membuat UBM Asia melebarkan sayapnya ke Indonesia?
Keputusan untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu area penopang bisnis UBM Asia bukanlah keputusan satu malam. Kami membutuhkan waktu lima tahun untuk mengevaluasi seberapa baik pasar ini untuk dimasuki. Pada dasarnya, Indonesia adalah pasar potensial dengan banyak keuntungan.
Negara ini memiliki populasi yang cukup besar, mencapai 252 juta jiwa, dengan pertumbuhan ekonomi 5,9 persen per tahun dalam lima tahun terakhir. Apalagi, kami melihat usaha Pemerintah Indonesia untuk terus menstimulasi perekonomian sehingga ini menjadi peluang yang baik bagi kami untuk menggelar berbagai ekshibisi yang tidak hanya berskala nasional tetapi juga internasional yang melibatkan buyer internasional.
Semua ini akan mengerucut pada tiga aspek, yaitu infrastruktur, venue, dan supplier. Meski venue yang tersedia (JIExpo dan JCC) dari segi kapasitas tidak terlalu besar, pengelolaannya sangat profesional. Ini yang menurut saya dapat kami tawarkan kepada klien untuk membawa event besar ke Indonesia. Namun, untuk mengembangkan bisnis ini, pemerintahan Presiden Jokowi harus mempermudah aspek legal dan merampingkan birokrasi. Regulasi yang ramah kepada pebisnis tentu akan mengalirkan lebih banyak investasi ke Indonesia. Ini tentu peluang emas untuk menciptakan lapangan pekerjaan.
Di Indonesia, UBM Asia menggandeng Dyandra. Bagaimana skema kerja sama keduanya?
Skemanya 50:50, artinya merupakan kerja sama saling menguntungkan yang memungkinkan kedua belah pihak menjalankan pameran di bawah bendera masing-masing tanpa harus terpaku pada anak usaha kami, Dyandra UBM Internasional. Tahun ini, Dyandra UBM Internasional akan menggelar pameran industri perhotelan bernama Hotelex yang melibatkan 200 perusahaan dari dalam dan luar negeri. Hotelex 2015 akan kami gelar di area 10.000 meter persegi di JI Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 28-30 Oktober 2015.
Apa yang membuat UBM Asia berbeda dibanding kompetitor asing lainnya?
Mengembangkan sektor yang Anda kuasai adalah kunci untuk bertahan di bisnis ini. Rekam jejak UBM Asia selama 30 tahun dalam bisnis pameran membuat kami memiliki pengalaman panjang dalam 20 sektor pasar. Inilah yang coba kami bawa kembali ke Indonesia.
Kita ambil contoh Indonesia International Furniture Expo (IFEX) yang digelar anak usaha kami, Dyandra UBM International. Pameran furnitur adalah salah satu kekuatan kami. Pameran serupa telah kami gelar di Shanghai, Tiongkok, selama 20 tahun terakhir dan menjadi yang terbesar di area tersebut. Tidak hanya di Tiongkok, kami juga membawa event serupa ke Malaysia, India, Rusia, dan Inggris.
Sektor kelautan juga menjadi ujung tombak bisnis kami dengan menggelar pameran maritim sebesar Marintec. Setelah sukses di Shanghai-Tiongkok, dan Jepang, kami membawa pameran ini ke Indonesia. Ditambah lagi kami mengetahui pemerintahan baru akan fokus memperkuat sektor maritim. Ini peluang baik bagi kami, Marintec akan membawa buyer untuk menemukan desain kapal terbaru, termasuk engineering lepas pantai dan teknologi pelabuhan.
Apa target UBM Asia di Indonesia selama 2015?
Saat ini, kami mengerjakan empat existing event dan dua event baru. Tahun ini, target kami adalah mengembangkan existing event dan menciptakan event baru. Seperti Anda ketahui, untuk membangun sebuah event bukanlah pekerjaan mudah. Oleh karena itu, ketika pameran itu sukses, tantangan kami selanjutnya adalah mengevaluasi dan menjadikan pameran itu lebih besar lagi di kemudian hari.
Salah satu ekshibisi tersukses kami awal tahun ini adalah SATTE yang digelar di India pada 29-31 Januari 2015. Selama 22 tahun perhelatannya, pameran yang menjadi penggerak industri pariwisata dan perjalanan di India ini melibatkan 650 peserta dari 35 negara di dunia dan 12.000 pengunjung. Angka pengunjung SATTE tahun ini bahkan naik 42 persen dibandingkan tahun 2014. Kesuksesan inilah yang membuat kami optimistis membawa SATTE ke Indonesia.
Sayangnya, event berkonsep business to business (B2B) yang kami gelar pertama kali pada 12-14 Juni 2013 di Bali ini tidak terlalu sukses. Rencananya, kami akan memilih Jakarta sebagai tuan rumah SATTE selanjutnya. Pemilihan Jakarta sebagai tuan rumah ini karena sebagian besar travel agent dan services provider (semisal maskapai penerbangan dan hotel) raksasa bercokol di kota ini. Ini sekaligus menjadi upaya kami mempromosikan Jakarta sebagai tempat berbisnis yang menyenangkan bagi pemilik modal.
KOMENTAR
0