Berawal dari pertemuan antara ormas-ormas Islam dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada 8 Januari silam, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dalam pertemuan tersebut menginisiasi pembentukan kerja sama UKM di Asia Tenggara, dalam wadah Kemitraan UKM ASEAN atau ASEAN SME Partnership.
“Dalam kerangka kemitraan ini akan disemai kerja sama untuk saling mengisi kekurangan dan menghindari persaingan yang justru merugikan sesama anggota ASEAN,” ujar Anggota Steering Committee Konvensi ASEAN Small Medium Enterprise (SME) Partnership. Usul LDII ini kemudian disambut Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), diikuti oleh Walubi, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin).
Konvensi ASEAN SME Partnership Indonesia 2015, yang digelar pada 10-12 November 2015, menggabungkan workshop, seminar, dan pameran UKM berkonsep business to business. Pameran ini diikuti 40 ekshibitor yang berasal dari Malaysia, Kamboja, Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Slamet Effendy Yusuf, Ketua MUI Bidang Kerukunan Umat Beragama sekaligus Ketua Steering Committee, menyatakan, kekuatan UKM terbukti mampu melewati krisis ekonomi pada 1998, dan kian teruji pada krisis global.
“Kegiatan ini bisa menjadi momentum penguatan ekonomi kerakyatan berbasis syariah,” ujar Slamet Effendy Yusuf.
Umat Islam di Indonesia bisa bahu-membahu dengan pelaku ekonomi di kawasan Asia Tenggara dalam bingkai kerja sama, bukan persaingan. Menurutnya, apa yang tak dimiliki pengusaha Indonesia bisa disuplai oleh kolega mereka dari Malaysia, Thailand, Vietnam, dan negara anggota ASEAN lainnya. Dengan demikian, produk ASEAN bisa berbicara di pasar global, bersaing dengan produk Eropa, Amerika Utara, bahkan Cina.
Sementara itu, menurut Abdullah Syam, Ketua Panitia ASEAN SME Partnership Indonesia 2015, perhelatan ini didukung penuh oleh beberapa lembaga pemerintah dan kementerian, antara lain Kementerian Koperasi, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian ESDM, dan Otoritas Jasa Keuangan.
Konvensi ASEAN SME Partnership Indonesia ini dibuka oleh Sekjen ASEAN Le Luong Minh serta Menteri Koperasi dan UKM AA Gede Ngurah Puspayoga. Sementara itu, pembicara dalam workshop dan seminar yang hadir antara lain Dirut Bank Mandiri Syariah Agus Sudiarto, Menteri ESDM Sudirman Said, President Association for Promotion of Thai SME Sarawut Sinsamnao, Menkominfo Rudiantara, dan para ketua asosiasi UKM di Asia Tenggara lainnya.
Dalam kesempatan itu, Muliaman D. Hadad, Ketua Otoritas Jasa Keuangan, menyatakan, hal yang paling dikeluhkan oleh UMKM adalah sulitnya mendapat kredit dan pendanaan, termasuk akses ke lembaga keuangan. Pasar UMKM tidak selalu terkait dengan produk, tetapi masalah perizinan, pendampingan, dan sebagainya.
“Masalah uang bukanlah satu satunya faktor yang menghambat pengembangan UMKM. Namun, uang menjadi faktor yang bisa menentukan keberlangsungan UMKM. Lalu-lintas yang terjadi dari barang, jasa, hingga tenaga kerja diharapkan dalam MEA mampu membuat masyarakat lebih sejahtera,” ujarnya.
Sekitar 40 persen pasar ASEAN datang dari Indonesia. Negeri ini memiliki 250 juta penduduk, dari 600 juta populasi manusia di Asia Tenggara. “Dengan jumlah populasi yang besar, maka akses keuangan juga lebih memungkinkan,” kata Muliaman.
Menurut Muliaman yang juga Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), integrasi ekonomi merupakan alat mencapai tujuan, yang seharusnya tidak merugikan. Jika satu negara hanya menjadi pasar sementara negara lain mengeksploitasi, hal tersebut akan keluar dari tujuan awal integrasi ekonomi ASEAN dalam MEA.
“Hal ini menjadi tantangan bagi UMKM karena UMKM berperan dalam pembentukan ekonomi dan penyerap tenaga kerja yang sangat banyak. UMKM pada dasarnya berbasis lokal dengan memanfaatkan orang lokal,” ujarnya.
Penulis: Ludhy Cahyana
KOMENTAR
0