Industri pariwisata merupakan salah satu mitra yang tepat untuk bekerja sama dalam mewujudkan laut yang bisa menjadi warisan yang berkelanjutan. Sebagai negara kelautan yang memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan banyak sisi, termasuk untuk ekonomi dan pariwisata, laut Indonesia butuh koordinasi, kolaborasi yang baik, serta dukungan dari semua pihak agar laut yang berkelanjutan bisa menjadi warisan untuk generasi mendatang dengan pemahaman yang lebih baik.
Demikian sedikit kesimpulan dari workshop untuk wartawan bertema “Perikanan Berkelanjutan dan Konservasi Perairan di Indonesia” pada 20 Oktober 2018 di Coral Triangle Center (CTC) Center for Marine Conservation Sanur Bali. Workshop ini digelar dalam rangka memberi pemahaman dan sharing sejumlah tema yang akan dibahas pada Our Ocean Conference (OOC) yang akan digelar di Nusa Dua Bali pada 29-30 Oktober 2018 mendatang.
Ada enam topik yang akan dibicarakan selama dua hari konferensi tersebut, yaitu Kawasan Konservasi Perairan, Perubahan Iklim, Perikanan yang Berkelanjutan, Polusi Laut, Ekonomi Biru yang Berkelanjutan, dan Konservasi Perairan.
Menurut Rili Djohani, Executive Director CTC yang bergerak di bidang konservasi, selain dimanfaatkan dari sisi potensi perikanan laut, perairan Indonesia banyak dimanfaatkan untuk wisata bahari. Tak hanya soal perikanan yang diupayakan agar berkelanjutan, tetapi mewujudkan wisata bahari yang berkelanjutan juga penting diupayakan.
“Misalnya industri selam bisa membantu memonitor wilayah apakah benar terjadi polusi laut, atau operator wisata bahari bisa memberi penjelasan kepada turis tentang pentingnya menjaga terumbu karang, atau tidak sembarang berjalan di atau karang agar tercipta pariwisata yang berkelanjutan juga,” ujar Rili.
Rili mengatakan bahwa manajemen pariwisata ini juga menjadi salah satu dari empat fungsi kawasan perikanan yang telah ditetapkan, yakni selain untuk melindungi keragaman hayati, juga memberi manfaat untuk menahan perubahan iklim dan untuk menghasilkan ketersediaan ikan.
Dalam kesempatan itu Rili juga mengatakan bahwa perikanan yang berkelanjutan adalah tema besar yang akan banyak didiskusikan oleh delegasi dari berbagai negara peserta OOC. “Perikanan berkelanjutan sangat penting, dan yang menarik semua topik ini berhubungan langsung dengan hajat hidup orang banyak, khususnya untuk penduduk negara kelautan seperti Indonesia,” ujar Rili Djohani.
Selain itu dibicarakan juga tentang konsep perikanan berkelanjutan yang juga harus mengacu kepada “triple bottom line“, yaitu menciptakan potensi ekonomi, meningkatkan kesejahteraan sosial kehidupan masyarakat, dan juga memastikan terciptanya keseimbangan lingkungan hidup.
Saat ini ada 165 kawasan konservasi, perairan dan hutan, dan untuk kawasan konservasi perairan (KKP) ada 140. Kawasan konservasi perairan ini punya peranan penting dalam program perikanan berkelanjutan karena kawasan ini bisa menjadi tempat yang kondusif bagi ikan-ikan untuk berkembang biak.
Hanya saja, dari jumlah itu, sekitar 60 persen dari total luas KKP di Indonesia itu baru pada tahap dicadangkan sehingga belum dimanfaatkan sebagaimana seharusnya KKP sendiri. Untuk itu, salah satu hal penting yang dapat dilakukan adalah memastikan pengelolaan KKP yang efektif.
Terkait dengan hal ini, pakar konservasi sumber daya perikanan Abdul Halim yang juga menjadi pembicara dalam workshop bersama dengan Hesti Widodo, PhD, Senior Program Manager CTC, menyebutkan, bahwa ada metode yang bisa digunakan, yakni metode Pendugaan Rasio Potensi Pemijahan berdasarkan data panjang ikan. Ada tiga data penting bisa didapatkan dengan metode sederhana itu, yakni bagaimana stok populasi ikan, mengetahui keberhasilan pengelolaan ikan, dan intervensi pengelolaan.
Abdul Halim menambahkan, yang juga tak kalah penting adalah memastikan kesadaran masyarakat akan pentingnya membuat populasi ikan tetap sehat dengan melakukan sejumlah hal, salah satunya yaitu menangkap dan mengonsumsi ikan yang sudah dewasa yang cukup layak untuk dikonsumsi.
KOMENTAR
0