Tur virtual memang tidak bisa sepenuhnya menjadi pengganti aktivitas wisata yang umumnya dilakukan orang saat tidak ada pandemi. Namun, kemunculan tren baru berwisata dalam bentuk virtual bisa menjadi langkah awal untuk kembali menggeliatkan sektor pariwisata.
Adanya pembatasan sosial akibat merebaknya pandemi COVID-19 membuat orang lebih banyak beraktivitas di dalam rumah. Kondisi ini berdampak pada industri pariwisata. Kegiatan pariwisata di banyak negara pun mengalami mati suri. Pelaku industri pariwisata pun memutar otak guna tetap bisa menggerakkan bisnis. Wisata virtual menjadi pilihan yang ditawarkan di masa pandemi.
Reza Permadi, COO & Cofounder Autorin—operator wisata virtual—mengatakan, meski tidak bisa menggantikan aktivitas wisata sesungguhnya, kehadiran wisata virtual cukup mendapat respons positif. Terbukti semenjak memulai menjual wisata virtual pada awal April lalu hingga pertengahan Agustus ini sudah lebih dari 1.000 peserta terlibat dalam paket wisata yang dibuatnya.
“Kami mengemas tur virtual dengan tetap melibatkan pramuwisata yang memandu dari lokasi destinasi wisata,” ujar Reza dalam kegiatan daring bertajuk “Transformasi Digital: Tur Virtual Interaktif” yang digelar pada 22-23 Agustus 2020 di Hotel Grand Mercure Kemayoran
Lebih lanjut Reza mengungkapkan, ketertarikan orang mengikuti wisata virtual selain untuk melepas kepenatan juga untuk melihat destinasi wisata yang diminati sebelum mengunjungi secara nyata di saat kondisi dianggap sudah lebih aman.
“Mereka seperti melakukan pemanasan sekaligus menggali informasi sebelum datang langsung ke destinasi,” ujar Reza.
Umumnya, kegiatan wisata virtual dilakukan dalam durasi waktu 1,5 sampai 2 jam dengan mengunjungi beberapa obyek wisata.
“Sementara ini pesertanya masih dari dalam negeri, kalau pun ada dari luar adalah warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri,” jelas Reza.
Untuk destinasi, Reza mengungkapkan, Danau Toba, Labuan Bajo, dan Raja Ampat menjadi destinasi yang cukup banyak diminati.
“Ada juga yang penasaran dengan destinasi yang terbilang kurang populer seperti Kepulauan Natuna,” terangnya.
Meski belum bisa sepenuhnya bisa menjadi pengganti aktivitas wisata sesungguhnya. Namun, wisata virtual bisa menjadi pelepas dahaga sementara bagi masyarakat mulai rindu melakukan perjalanan wisata.
Di sisi lain, virtual interaktif yang melibatkan pramuwisata dalam memandu kegiatan wisata cukup membantu bagi perekonomian para pramuwisata. Sangtu Subaya, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Pramuwisata Indonesia, mengungkapkan, adanya pandemi ini membuat 14.000 anggotanya harus menganggur.
“Wisata virtual ini bisa menjadi momentum untuk menggeliatkan kembali pariwisata,” ujar Sangtu.
Penulis: Erwin Gumilar
KOMENTAR
0