Tak disangkal lagi bahwa Bali merupakan destinasi wisata terpopuler di Indonesia—tak hanya bagi wisatawan asing, tapi juga wisatawan domestik. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, pada 2016, dari 11,5 juta wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia, porsi terbesar adalah menuju ke Bali dengan jumlah sekitar 4,8 juta, disusul Jakarta dengan 2,6 juta, dan Batam dengan 1,5 juta wisman.
Dengan segala popularitasnya, Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan bahwa Bali tetap harus dipromosikan—meskipun banyak suara yang menyarankan agar promosi dialihkan ke destinasi wisata lain. Menurut Arief Yahya, kalau berbicara mengenai brand management, maka promosi adalah wajib hukumnya.
“Bali adalah produk yang baik, yang jika dipromosikan dengan sangat baik maka akan menjadi yang terbaik. Membangun brand adalah proses yang memerlukan waktu jangka panjang, tidak bisa produk kita menjadi terkenal dengan instan,” ujar Arief.
“Memupuk kekuatan brand itu harus dilakukan secara terus-menerus, tak peduli apakah sebuah brand sudah hebat atau belum. Kalau brand-nya masih baru, maka promosi yang kita lakukan haruslah ekstra effort. Kalau brand-nya sudah kuat, bahkan sudah menjadi pemimpin pasar sekalipun, kita tetap harus terus-menerus mempromosikannya agar tak diungguli pesaing,” kata Arief.
Arief mengatakan ada dua tahapan dalam melakukan promosi: pertama adalah “building the brand” dan kedua adalah “maintaining the brand”. Ia mencontohkan, merek-merek sekelas Nike atau Coca Cola yang mendunia dan sangat kuat brand equity-nya saja tetap mempromosikan produknya. “Hal ini menunjukkan bahwa walaupun merek sudah dikenal dan memiliki ekuitas yang tinggi sekalipun, ia harus tetap dipromosikan,” ujar Arief.
Kementerian Pariwisata sendiri sejak awal prioritas nomor satunya adalah memperkuat brand Wonderful Indonesia dan Pesona Indonesia. Untuk itu, anggaran terbesar Kementerian Pariwisata adalah untuk promosi, baik berupa branding, advertising, maupun selling (BAS). Karena itu, tak heran apabila brand Wonderful Indonesia banyak terlihat di Time Square New York, di taksi-taksi kota London, di CNN, National Geographic, atau di bus-bus kota Paris selama Piala Eropa 2016.
Arief Yahya menyatakan akan terus menggenjot promosinya, tapi dengan penetapan prioritas. Kalau di dua tahun pertama anggaran difokuskan ke promosi untuk branding, maka di tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya promosi akan diarahkan ke advertising dan selling. Tujuannya agar conversion rate-nya lebih tinggi, artinya anggaran promosi yang dikeluarkan betul-betul efektif menghasilkan banyak wisatawan yang masuk ke Indonesia.
“Ingat, membangun brand itu adalah never-ending journey, harus terus-menerus kita lakukan tanpa kenal berhenti. Dengan begitu maka brand kita akan lestari dan tetap awet selama belasan, puluhan, bahkan ratusan tahun,” ujar Arief Yahya.
KOMENTAR
0