Mega Event

Thursday, 30 August 18 Venue

Oleh: Iqbal Alan Abdullah, Ketua Umum DPP Indonesia Congress and Convention Association (INCCA)

Piala Dunia 2018 di Rusia sudah berakhir di Luzhniki Stadium pada 15 Juli 2018 lalu. Prancis berhasil membawa pulang trofi Piala Dunia setelah mengalahkan Kroasia 4-2. Raut wajah happy terlihat pada Presiden Rusia Vladimir Putin yang bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Kroasia Kolinda Grabar-Kitarovic. Mereka ikut hujan-hujanan memberikan medali kepada pemenang dalam event olahraga yang mampu menyedot perhatian masyarakat dunia selama sebulan penuh mulai 14 Juni 2018 hingga 15 Juli 2018.

Piala Dunia ini berakhir dengan happy ending meskipun sebelum perhelatan akbar ini dimulai banyak tekanan menghampiri Rusia. Malahan, Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa berusaha untuk “menggagalkan” Rusia menjadi tuan rumah Piala Dunia. Tapi, praktik di lapangan kemudian lain. Bola terlalu sayang untuk dijadikan alat politik. Pertandingan demi pertandingan terus melaju. Penonton berjubel di setiap pertandingan di Moskow, Saint Petersburg, Samara, Saransk, Kazan, Ekaterinburg, Nizhny Novgorod, dan Kaliningrad. Hebatnya, tidak ada terdengar keluhan apa pun mengenai penerbangan dari dan ke venue di masing-masing kota itu. Tidak ada keluhan mengenai akomodasi. Tidak ada terdengar kejadian aksi keributan hingga teror. Semua berjalan dengan smooth. FIFA World Cup 2018 menjadi promosi penting bagi Rusia untuk menampilkan wajah Rusia yang ramah dan indah, tidak seseram apa yang dicitrakan jauh sebelum kegiatan Piala Dunia.

Berdasarkan data dari Kementerian Pariwisata Rusia, ada lebih dari 5 juta wisatawan yang datang, termasuk 2,9 juta orang asing. Jumlah ini terbilang wow jika dibandingkan dengan penyelenggaraan FIFA World Cup 2010 di Afrika Selatan yang hanya mampu membawa 309.000 tamu asing atau di bawah ekspektasi 450.000 orang berkunjung ke Afrika Selatan selama turnamen digelar 11 Juni sampai 11 Juli 2010. Namun, dengan investasi sekitar Rp61 triliun untuk pembangunan infrastruktur sektor pariwisata, perdagangan dan investasi di Afsel akan meningkat dalam jangka menengah dan panjang.

BACA JUGA:   Menangkap Pasar Virtual dan Hybrid Event

Dari data statistik, jumlah wisman yang berkunjung ke Afsel sebelum 2010 yang tertinggi adalah 11,5 juta pada 2009, dan meningkat menjadi 13,2 juta tahun 2010, menjadi 16 juta pada 2017 lalu. Ini juga semakin menguatkan pentingnya kegiatan pasca-event, terutama setelah promosi, termasuk FIFA Fan Fest international. Ada negara yang memiliki ikatan tersendiri dengan penyelenggaraan FIFA World Cup yang baru digelar, dan hal itu memerlukan perhatian untuk ditindaklanjuti sebagai potensi sumber wisatawan bagi negara penyelenggara Piala Dunia.

***

Lantas, apa kaitan Piala Dunia dengan mega event atau apa sebenarnya mega event? Banyak orang yang merujuk mega event itu hanya sebagai sport event besar seperti Piala Dunia atau seperti Olimpiade yang diikuti hingga 12.000 atlet, belum termasuk official hingga penonton dari lebih 200 negara. Asian Games yang diikuti sekitar 10.000 atlet dari 45 negara, Boston Marathon atau Tokyo Marathon yang diikuti hingga 40.000 peserta dan lainnya.

Mega event adalah bagian dari terminologi Meeting, Incentive, Conference, Event (MICE), yang merujuk pada sebuah kondisi yang serba “mega” atau besar, baik dalam ukuran (size), cost (biaya), dan impact (dampak)-nya. Event itu sendiri adalah terminologi yang generic. Bisa jadi dia dalam bentuk sport event, festival, summit atau conference/conventions, expo, dan lainnya. Terminologi “mega event” ini tentunya bisa disandingkan dengan terminologi lain untuk menyebut ukuran dan skala event yang lebih kecil lagi, misalnya medium event dan small/mini event.

Pertanyaannya, bagaimana mengukurnya? Sebenarnya tidak ada ukurannya atau setidaknya sulit untuk membuatnya. Jadi, mega event yang terkait olahraga, misalnya bisa dilihat dari atlet yang ikut, official maupun penonton yang datang. Jika dari sisi atlet dan ditambah official mencapai 10.000, itu bisa digolongkan mega event. Begitu juga jika penontonnya (internasional) bisa mencapai 200.000 hingga 1 juta atau lebih, bisa digolongkan sebagai mega event. Untuk conference misalnya, jika peserta mencapai 10.000 atau lebih tentunya bisa digolongkan mega event, begitu juga dengan pameran bisa diklasifikasikan berdasarkan peserta maupun pengunjungnya. Nah, para praktisi bisnis ini termasuk asosiasinya, plus para akademisi harusnya bisa membuat definisi baku mengenai hal ini.

BACA JUGA:   Ketika Bumi Sriwijaya Bertumpu pada MICE

Persoalan minimal negara yang ikut ke dalam event itu memang menjadi sangat penting untuk bisa menyebut event tersebut sebagai internasional atau hanya lokal saja sifatnya. Merujuk pada kriteria baku yang dibuat oleh International Congress and Convention Association (ICCA), yang dimaksud dengan pertemuan internasional itu harus memenuhi kriteria, yaitu dihadiri oleh peserta sedikitnya 50 partisipan, diorganisir dalam sebuah pertemuan yang bergilir (regular) dan tidak termasuk pertemuan yang diadakan hanya sekali waktu, dan bergilir sedikitnya tiga negara yang berbeda. Sedangkan Union of International Association (UIA) membuat kriteria jumlah minimum partisipan 300 orang, jumlah minimum partisipan asing (luar negeri) 40 persen, jumlah minimum negara/kebangsaan 5 negara, lama minimum (durasi) penyelenggaraan meeting tiga hari.

Jadi kriteria ini adalah kriteria khusus untuk menyebut sebuah kegiatan pertemuan adalah internasional yang regular atau normal saja sifatnya, dan untuk mega event internasional itu tentunya ada kriteria tersendiri.

Tapi sebaiknya kita lupakan perdebatan soal terminologi dan kriteria. Fokus kita alihkan bagaimana Indonesia bisa mengelola sebuah mega event yang benar-benar bisa mendatangkan multi keuntungan, baik dari sisi pembangunan citra di dunia internasional, peningkatan investasi, perdagangan dan pariwisata, peningkatan penerimaan devisa negara, peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan infrastruktur, peningkatan penerimaan lapangan kerja, dan lainnya.

Kita melihat pembangunan infrastruktur mampu mengubah bentuk layanan publik yang semakin baik pasca sebuah mega event digelar. Dalam konteks Asian Games misalnya, pembangunan venue akan memberikan kemudahan bagi publik untuk memanfaatkan fasilitas itu untuk mendukung aktivitas olahraga mereka secara lebih baik. Sarana dan prasarana transportasi baru seperti LRT dan MRT nantinya juga menjadi fasilitas publik yang sangat penting perannya untuk mendukung mobilitas warga, dan lainnya lagi. Sehingga ada penambahan nilai tambah bagi kesejahteraan masyarakat di sana.

BACA JUGA:   Turisme Berbalut Konservasi

Dan mega event akan sangat terasa dampaknya untuk menaikkan kelas sebuah negara dibandingkan dengan negara lainnya. Sebagaimana dialami Korea Selatan atau juga Afrika Selatan dan Brasil. Memberikan kepercayaan diri mereka sebagai sebuah negara yang maju, kuat dan sejajar dengan negara-negara besar lainnya. Kita punya semua potensi itu untuk menjadi tuan rumah berbagai mega event yang ada di dunia. Kita juga berpeluang untuk menciptakan mega event kita sendiri, baik itu untuk sport, pameran (expo), conference, otomotif, medis, musik, dan lainnya yang sesuai dengan karakteristik kita baik dari sisi geografi, kekayaan alam, kemaritiman, seni budaya dan kreatif sebagai pusat peradaban dunia di masa lalu maupun masa kini.

Potensi penciptaan mega event misalnya bisa dikembangkan di semua sektor, dengan mengembangkan yang sudah ada, seperti untuk fesyen dan parade yang digelar tiap tahun di Jember, Jawa Timur, Jember Fashion Carnaval yang sudah mendunia. Kita punya festival terkait kegunungapian di mana Indonesia memiliki sejarah terpenting dalam letusan gunung api yang berdampak global seperti Gunung Api Toba, Krakatau, Tambora dan lainnya. Kita punya keanekaragaman hayati terbesar di dunia yang bisa dikelola ke dalam event-event kreatif, sebagaimana kekayaan seni budaya kita yang agung. Kita punya kekayaan alam rempah-rempah yang mengubah peta dunia pada ratusan tahun lalu.

Untuk menciptakan mega event, adalah soal sumber daya manusia yang mampu menyelenggarakan kegiatan mega event sebesar apa pun. Kita perlu menjadi satu tim, satu visi, dan satu derap langkah untuk meraihnya. Kita perlu orang-orang yang berdedikasi dengan semangat kebangsaan yang tinggi, untuk melihat dan mengambil kesempatan ini. Saya sebut ini Tim Indonesia untuk Pengelolaan Mega Event.