Oleh: Iqbal Alan Abdullah, Ketua Umum Indonesia Congress and Convention Association (INCCA)
SETIAP kali bicara perkembangan industri Meeting, Incentive, Convention, Exhibition (MICE), saya harus mengapresiasi kerja keras dan kerja cerdas yang dilakukan dua negara ini: Korea Selatan dan Thailand. Mengapa dua negara ini? Karena mereka punya visi dan target yang jelas, punya cara kerja yang terencana, punya dukungan yang besar, dan berhasil melekatkan visi MICE mereka ke dalam visi besar negara. Hasilnya pun konkret. Lihat saja, di antara sekian banyak negara yang berkompetisi untuk merebut wisatawan MICE, kedua negara ini cukup konsisten pertumbuhannya. Berbeda dengan Singapura, Malaysia, bahkan Indonesia yang bergerak abnormal.
Dari statistik International Congress and Convention Association (ICCA), jika tahun 2004 Korea Selatan ada pada peringkat 19, lalu pada 2010 berada di ranking 17, maka pada 2016 mereka terus bergerak naik menjadi peringkat 13. Begitu juga dengan Thailand yang pada tahun 2010 hanya ada di peringkat 35, lalu pada 2016 mereka sudah melompat jauh menjadi peringkat 24, bahkan mengalahkan Singapura! Termasuk, tentu saja, mengalahkan Indonesia yang dari tahun ke tahun hanya bergerak maju-mundur dari peringkat 39-40.
Kondisi bersinarnya MICE di Thailand dan Korea Selatan ini tentunya merupakan gambaran dari sektor pariwisata secara umum yang mengalami peningkatan sangat signifikan selama 10 tahun terakhir, dari 14,4 juta wisman pada 2007 menjadi 35 juta wisman pada 2017 berdasarkan data terbaru dari Kementerian Pariwisata dan Olahraga Thailand. Demikian juga untuk Korea Selatan, wisman yang berkunjung ke Korsel pada 2007 sebanyak 6,8 juta wisman, lalu meningkat menjadi 17,2 juta pada 2016 (meskipun kemudian tahun 2017 mengalami penurunan drastis akibat “memanasnya” hubungan Korea dengan China).
Bandingkan dengan pertumbuhan kunjungan wisman ke Indonesia yang bergerak sangat lambat: dari 5,5 juta pada 2007 naik hanya menjadi sekitar 14 juta pada 2017 berdasarkan data BPS. Kemudian, dari sisi MICE, sebenarnya peringkat kita pada 2016 lalu justru mengalami kemunduran jika dibandingkan tahun 2010 yang saat itu sudah berada di peringkat 39, lalu menurun ke peringkat 40 pada 2016. Bahkan, pada tahun 2015 kita anjlok ke peringkat 43.
Ada apa dengan Indonesia sehingga kita tidak bisa bersinar seperti mereka? Pertama, masih adanya ketidakpahaman mengenai MICE. Salah satu kegagalan awal adalah ini, dan bukan pada Presiden Joko Widodo, tapi justru dari pembantunya yang belum bisa menerjemahkan visi MICE-nya Presiden.
Saya sebagai Ketua Umum Indonesia Congress and Convention Association (INCCA), dan pimpinan-pimpinan asosiasi pariwisata lainnya mengenal visi kuat Presiden Jokowi sejak menjabat sebagai Wali Kota Solo. Jokowi bisa disebut sebagai “Ambassador”-nya MICE Indonesia. Beliau mengerti peran penting MICE untuk mengangkat ekonomi daerahnya. Jokowi tidak hanya rajin melakukan upaya untuk mendatangkan event MICE internasional maupun nasional, tapi juga menciptakan event. Presiden Jokowi sangat memahami industri MICE ini sebagai tambang emas.
Kedua, peran Kementerian Pariwisata yang makin redup. Hal ini antara lain akibat dihapusnya Direktorat MICE di struktur Kementerian Pariwisata. Mungkin bagi orang yang kurang paham akan melihat ini persoalan kecil. Namun, faktanya di lapangan, dihapuskannya direktorat itu membuat para stakeholders MICE kehilangan tumpuan kakinya, dan membuat perlahan-lahan MICE terkesan lenyap dari Kementerian Pariwisata. Ibaratnya, terdaftar sebagai jasa usaha pariwisata di Kementerian Pariwisata tapi tidak memperoleh manfaat apa-apa dari Kementerian Pariwisata. Bahkan, para Professional Congress Organizer (PCO) selama ini lebih banyak mendapatkan pekerjaan dari kementerian lain, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, dan lainnya. Jadi, menurut saya, jika MICE ini ingin berkibar, direktorat itu dihidupkan kembali dan ditingkatkan menjadi Direktorat Jenderal (Ditjen) MICE, atau dengan membentuk badan otonom Badan Pengembangan Usaha MICE yang langsung di bawah Presiden RI.
Ketiga, hilangnya fungsi fasilitasi. Ada pertanyaan mengapa Indonesia sulit untuk menarik lebih banyak event MICE asosiasi ke Indonesia? Jawabnya karena Kementerian Pariwisata tidak mau melibatkan dirinya untuk memberikan jaminan atau memfasilitasi asosiasi maupun PCO untuk bidding. Jangankan untuk mengambil pertemuan asosiasi, untuk pertemuan asosiasi yang sudah giliran Indonesia untuk menjadi tuan rumah pun bisa dilepas karena tidak adanya dukungan atau jaminan yang diberikan Kementerian Pariwisata. Pihak asosiasi dan PCO lokal pastilah tidak berani.
Keempat, tidak jelasnya pembagian tugas yang tepat antara pemerintah dan industri. Industri memainkan peran yang sangat strategis daripada sekadar hanya untuk membangun legitimasi. Industri harus disokong dan dibantu untuk bergerak sendiri dengan berbagai jaringannya untuk memasarkan dan mempromosikan MICE Indonesia. Kelima, bagaimana kemudian pemerintah konsisten untuk membangun dan memperbaiki dukungan infrastruktur seperti bandara, jalan, telekomunikasi, dukungan institusi keuangan, dan mencegah pungli.
Nah, jika kita ingin bisa berlari kencang seperti Thailand dan Korea Selatan, kita harus memperbaiki kondisi ini. Tidak ada kata terlambat untuk memperbaikinya.
MICE 2020
Anda mungkin bertanya mengapa 2020? Apa pentingnya tahun itu bagi industri MICE di Indonesia? Visi 2020 bagi MICE Indonesia merupakan suatu gambaran kondisi masa depan dengan lahirnya generasi emas MICE Indonesia, era di mana MICE Indonesia akan menjadi pemain utama dalam industri MICE global—saya impikan bisa menjadi pemain 10 besar dunia. Era paling produktif dalam sejarah MICE Indonesia sebagai dampak dari bonus demografi. Era ini akan bermula 2-3 tahun lagi.
Secara nasional, pada 2020-2030, jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) akan mencapai 70 persen atau sekitar 180 juta jiwa, akan menjadi era di mana Indonesia memperoleh daya ungkit usia produktif yang jika dikelola dengan baik akan membawa Indonesia menjadi negara berpengaruh di dunia yang mampu mendominasi perekonomian dunia. Masa di mana sumber daya manusia kita memiliki kemampuan dan kompetensi paling tinggi.
Bagi industri MICE, momentum ini akan menjadi titik penting dalam sejarah yang ditentukan hari ini apakah kita akan mampu mewujudkan dominasi MICE Indonesia secara global. Pertama, karena bangsa yang produktif akan mendorong kuat perekonomian, dan perekonomian yang kuat akan berdampak positif bagi MICE. Namun begitu, tantangan kita bukan hanya memperbesar market share MICE, tapi juga bagaimana sumber daya manusia MICE kita menjadi pemain-pemain global yang tangguh.
Di sinilah peran penting dari pendidikan dan latihan yang terus kita kembangkan. Di sinilah pentingnya regenerasi. Kita yang boleh disebut generasi pertama industri MICE di Indonesia harus memastikan generasi-generasi baru ini bisa memiliki kinerja yang lebih baik dari pendahulunya. Kita harus melihat perubahan teknologi komunikasi dan informatika yang demikian mengubah dunia telah mengubah juga lanskap industri.
Dengan kata lain, inilah saatnya pemerintah maupun industri harus bersama-sama memberikan perhatian yang sungguh-sungguh pada pendidikan dan pelatihan, karena apa yang kita lakukan sekarang akan menjadi penentu kesuksesan kita dalam satu dekade ke depan. Jadi harus berubah, dan fokuslah pada SDM saat ini. Education is the most powerful weapon which you can use to change the world, kata Nelson Mandela. Anda siap?
No. | Negara | ICCA Rank***** | Jumlah Wisman
(juta) |
||||
2010 | 2004 | 2005 | 2006 | 2010 | 2017 | ||
1. | Thailand* | 35 | 34 | 27 | 24 | 15,9 | 35,3 |
2. | Korea Selatan** | 17 | 17 | 13 | 13 | 8,7 | 17,2 |
3. | Singapura*** | 25 | 29 | 24 | 28 | 11,6 | 17,4 |
4. | Indonesia**** | 39 | 42 | 43 | 40 | 7 | 14,4 |
Sumber:
*) Statistik Pariwisata 2017 Kementerian Pariwisata dan Olahraga Thailand, Januari 2018 **) Visitor Arrival, Korea Tourism Organization, Januari 2018 ***) International Visitor Arrivals (2005-2017)”. Singapore Tourism Board. Retrieved February 12, 2018 ****) BPS, https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/02/01/1468/jumlah-kunjungan-wisman-ke-indonesia-desember-2017-mencapai-1-15-juta-kunjungan–.html *****) ICCA Statistic 2010, 2014, 2015, 2016 |
Tabel : Perkembangan Ranking ICCA dan Perolehan Wisatawan Mancanegara Empat Negara
KOMENTAR
0