Tren Industri Hotel Di Bali Masih Tetap Tumbuh

Thursday, 08 October 15 Venue

Colliers International mengeluarkan data riset mengenai sektor hotel di Bali. Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa saat ini industri hotel di Bali sudah oversupply di tengah pelemahan ekonomi yang terjadi saat ini. Kontradiksi dengan kenyataan tersebut, ternyata pada tahun depan diperkirakan kebutuhan akan hotel-hotel tersebut justru semakin naik. Hal itu disebabkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar sehingga Bali diperkirakan ramai dikunjungi oleh wisatawan asing.

Berdasarkan hasil riset tersebut, pada kuartal ketiga 2015 ada tiga hotel bintang 5 baru di Bali sehingga total terdapat 16.965 kamar untuk hotel bintang 5. Pada kategori bintang 4, ada tambahan 80 kamar baru dari Sadara Boutique Beach Resort di Tanjung Benoa, 185 kamar dari Four Points by Sheraton, serta 75 kamar dari Rumah Luwih. Hingga saat ini, ada 20.661 kamar hotel bintang 4 di Bali.

BACA JUGA:   Tren Event di Mal

Melihat perkembangan industri hotel di Bali, hotel bintang 4 merupakan yang paling banyak diminati oleh para wisatawan. Menurut proyeksi dari Colliers International, hingga tahun 2019 akan ada tambahan 130 hotel baru dengan total kamar mencapai 20.958 kamar. Komposisi kamar tersebut terbagi menjadi 15,76 persen (3.303 kamar) untuk hotel bintang 3, 45,49 persen (9.534 kamar) untuk hotel bintang 4, dan 38,75 persen (8.121 kamar) untuk hotel bintang 5.

BACA JUGA:   Night Safari Tawarkan Makan Malam Tak Terlupakan

Akan tetapi, tren tersebut ternyata berbanding terbalik dengan hotel bujet. Pertumbuhan hotel bujet diprediksi berjalan sangat lambat hingga 2019. Saat ini ada 2.696 kamar dari 23 hotel bujet di Bali. Pada akhir 2015 diperkirakan ada tambahan tiga hotel bujet baru yang akan dibuka. Hingga tahun 2019, diperkirakan sektor hotel bujet hanya akan mendapat tambahan kamar sekitar 476 kamar. Keberadaan hotel bujet ini cukup diminati oleh wisatawan domestik kelas mahasiswa maupun backpacker.

“Tantangan terbesar bagi pengembangan hotel di Bali adalah bagaimana memanfaatkan dan memaksimalkan MICE tersebut sehingga tingkat okupansi hotel secara tidak langsung akan tetap terjaga,” ujar Ferry Salanto, Associate Director Colliers International.

BACA JUGA:   TCEB Menyiapkan 6 Langkah Menjaga Stabilitas Industri MICE

Selain itu, peraturan pemerintah yang mewajibkan penggunaan kurs rupiah dalam setiap transaksi menjadi hambatan tersendiri. Hal ini dikarenakan kesulitan dari wisatawan asing untuk mengonversikan rate hotel tersebut. “Konversi rate ke dalam rupiah justru membuat harga kamar menjadi mahal bagi wisatawan domestik. Inilah kendala untuk menarik wisatawan lokal untuk menginap di Bali,” ujar Ferry. (Baca juga: Operator Pariwisata Berbasis Ekoturisme Menghemat 10.000 Dolar)

Penulis: Mikhail