Hasil riset terbaru Colliers International Indonesia menunjukkan bahwa bisnis hotel di Jakarta dan Surabaya pada tahun 2019 didominasi oleh pasar pemerintah. Pada umumnya, pemerintah menggunakan hotel sebagai tempat untuk menunjang berbagai keperluan bisnisnya, khususnya kegiatan meeting.
Kendati demikian, Ferry Salanto, Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia, menilai, bisnis hotel di Jakarta dan Surabaya belum terlalu maksimal. Permasalahan utama yang dihadapinya ialah terkait harga yang ditawarkan pihak hotel pada pemerintah. Pasalnya, ada keterbatasan biaya dari pemerintah sehingga pihak hotel tidak berani memberikan harga tinggi untuk keperluan bisnis pemerintah.
“Kita semua tahu, bujet dari pegawai negeri itu dibatasi. Jadi, saya lihat bisnis hotel belum maksimal karena tidak bisa menaikkan harganya,” kata Ferry.
Oleh karenanya, Ferry berharap agar Jakarta dan Surabaya dapat meningkatkan kegiatan MICE sehingga dapat membantu bisnis hotel setiap tahunnya. Dengan kegiatan MICE, tidak hanya pemerintah saja yang dapat menggunakan fasilitas hotel, tetapi pihak lain seperti swasta dan perorangan juga dapat menikmatinya.
“Kalau banyak pameran atau konferensi, pasti akan pengaruh ke kamar hotel. Makanya, harus dipikirkan bagaimana caranya agar aktivitas MICE di Jakarta dan Surabaya lebih banyak lagi,” ucapnya lagi.
Dengan rendahnya harga yang ditawarkan pihak hotel, membuat okupansi hotel cenderung meningkat. Nurul Yonasari, Senior Research Executive Colliers International Indonesia, mengatakan, selama ini hotel-hotel di Jakarta dan Surabaya hanya mementingkan kuantitas, bukan dari kualitas harganya.
“Mereka lebih memilih meningkatkan volumenya. Tetapi, dari segi harga malah bermasalah,” kata Nurul.
Lebih lanjut Nurul mengatakan bahwa sepanjang tahun 2019, tingkat okupansi hotel di Jakarta dan Surabaya terbilang cukup baik, yakni di atas 60 persen. Nurul mengacu dari data yang dikeluarkan oleh STR (Smith Travel Research), yakni konsultan penelitian khusus hotel, bahwa data hotel di Jakarta per Januari hingga November 2019 menyentuh angka 62,3 persen. Sedangkan tingkat okupansi hotel di Surabaya per Januari hingga November 2019 di atas 64,8 persen.
“Okupansi naik, tetapi harga ideal hotelnya turun. Jadi, seharusnya hotel-hotel memikirkan bagaimana caranya membuat okupansi tinggi, tetapi tidak menurunkan harga jualnya,” ungkap Nurul.
KOMENTAR
0