Hoaks Menjamur, Kenali Jenisnya

Friday, 29 October 21 Venue

Internet menghadirkan banyak kemudahan, sekaligus banyak bencana. Menurut Ediyanto, Dosen Fakultas Ekonomi UNARS Situbondo, salah satunya yaitu menjadi ladang subur lahirnya berita bohong alias hoaks.

“Penyebaran hoaks yang kian masif perlu jadi perhatian kita,” kata dia dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Rabu (27/10/2021).

Menjamurnya hoaks, kata Ediyanto, sering mengacaukan pikiran. Jika tak teliti, pihaknya dapat dengan mudah ditipu olehnya.

“Sudah sewajarnya kita lebih cermat dalam memilah informasi. Manfaatkan pula sarana cek informasi melalui situs resmi seperti Turn Back Hoax agar kamu terhindar dari kabar yang tidak jelas kebenarannya,” kata Ediyanto.

Dia mengatakan, terdapat tujuh jenis hoaks yang perlu diketahui, yaitu:

  • Satir

Satir merupakan konten yang dibuat sebagai sindiran pada pihak tertentu. Konten yang dimuat dikemas dalam unsur parodi, ironi bahkan sarkasme. Umumnya, satir dibuat sebagai bentuk kritik pada individu atau kelompok atas berbagai masalah yang sedang terjadi. Satir termasuk dalam konten yang tidak membahayakan. Namun, tak jarang pembaca justru menganggapnya sebagai sebuah hal serius. Alhasil, banyak yang tertipu dan meyakini konten satir adalah suatu kebenaran.

  • Misleading Content (Konten Menyesatkan)
BACA JUGA:   Ragam Cara Mendidik Anak di Era Digital

Misleading content atau konten menyesatkan adalah penggunaan informasi untuk membingkai suatu isu atau pihak. Konten semacam ini dibuat secara sengaja dan diharapkan dapat menggiring opini sesuai dengan kehendak pembuat informasi. Misleading content terjadi dengan cara memanfaatkan informasi asli seperti gambar, pernyataan resmi atau statistik namun diedit dan tidak dihubungkan dengan konteks aslinya.

  • False Context (Informasi Salah Konteks)

Sesuai dengan namanya, false context menggunakan informasi asli namun disebar dalam konteks yang keliru. Umumnya, informasi yang dipakai adalah pernyataan, foto atau video peristiwa yang pernah terjadi pada suatu tempat namun konteks yang ditulis tidak sesuai dengan realita. Ini terjadi lantaran karena jurnalistik yang buruk atau untuk mendorong opini khalayak.

  • False Connection (Salah Koneksi)
BACA JUGA:   Arahkan Anak Gunakan Internet Sehat

Selain false context, ada pula false connection yang memakai caption, judul, atau sumber visual yang tidak sesuai dengan konten tulisan. Berita bohong semacam ini biasanya dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan berupa profit atau ekspos berlebih dari konten sensasional. Kasus domba ini jadi salah satunya.

  • Imposter Content (Konten Tiruan)

Sesuatu yang berbau tiruan juga merambah pada ranah informasi. Konten tiruan atau imposter content mendompleng ketenaran suatu pihak. Mereka membuat tiruan yang terlihat seolah asli agar dapat menipu masyarakat. Sudah banyak kasus semacam ini mencatut lembaga atau perusahaan resmi. Salah satunya dialami GOJEK.

  • Manipulated Content (Konten Manipulasi)

Kecanggihan teknologi memungkinkan sebuah informasi asli dimanipulasi untuk mengelabui bahkan memprovokasi pembaca agar percaya pada konten yang dibuat. Peristiwa semacam ini sering menimpa media-media besar yang beritanya disunting oleh tangan-tangan usil.

  • Fabricated Content (Konten Palsu)

Di antara jenis berita bohong lain, fabricated content termasuk konten dengan menciptakan informasi baru yang sama sekali tidak dapat dipercaya. Fabricated content berbahaya bila pembaca tidak cermat ketika mengakses informasi tersebut. Ada banyak contoh dari fabricated content. Informasi lowongan pekerjaan jadi salah satunya.

BACA JUGA:   Sukses Bisnis Jualan Online

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).