Menjaga Ciri Khas Indonesia:Ruang Publik yang Beradab

Wednesday, 20 October 21 Venue

Indonesia merupakan negeri yang penuh cerita keramahtamahan, sopan santun, dan kuatnya tali kasih antar sesama. Setiap orang asing yang datang ke negeri ini, kata Pardi, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sampang, semua mengesankan adanya relasi yang penuh kehangatan antar sesama manusia.

“Kesan yang tumbuh secara alamiah, tanpa dibuat-buat. Ruang publik yang beradab menjadi ciri khas keindonesiaan kita.” Kata dia dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Sampang, Jawa Timur, Senin (18/10/2021).

Tapi, lanjut dia, belakangan ini ada keanehan yang begitu terasa. Bagi sebagian warga negara Indonesia, kekhasan itu seolah sirna akhir-akhir ini. “Telah tumbuh rasa saling curiga bahkan saling membenci sesama anak bangsa. Dikotomi budaya, etnis, dan agama mengemuka,” kata Pardi.

Ruang publik politik (political public sphere), kata dia, menjadi begitu jauh dari spirit kesantunan dan keadaban. Media sosial penuh dengan caci maki di antara beragam akun yang entah dari mana asal-usulnya. Ruang publik diwarnai dengan lalu lintas perdebatan yang tidak proporsional.

BACA JUGA:   Digital Skill Kunci Sukses Masa Depan

“Rakyat yang seharusnya merasakan berkah dan menikmati pedebatan politik secara lebih berkualitas, beradab, dan solutif terhadap masalah bersama, malah mendapatkan kualitas perdebatan yang rendah dan sarat pembodohan,” ujarnya.

Di kalangan para aktivis media sosial -yang populer dengan sebutan cyber army– benar-benar tidak bisa membedakan persoalan yang sangat elementer dalam kehidupan: mana fakta dan fiksi, mana data dan opini, dan mana kebenaran dan kebohongan.

“Entahlah, apakah mereka benar-benar tidak paham, atau pura-pura tidak paham, yang pasti, satu sama lain saling menebar prasangka dan saling memfitnah,” kata Pardi.

BACA JUGA:   Tak Boleh Lengah, Kenali 8 Jenis Penipuan Online

Ruang public, menurut Pardi, menjadi sarat prasangka buruk dan fitnah. Pikiran dan hati pun benar-benar berada dalam cobaan berat. Bahkan media konvensional (media cetak dan elektronik) yang sudah melegenda sebagai pilar keempat demokrasi, sebagian juga ikut menjadi bagian dari kerumitan ini.

Menurut Pardi, keadaban politik yang berkualitas dan sarat makna adalah tanggung jawab bersama. Perdebatan publik (public discourse) yang berkualitas dapat mencerminkan suatu kecerdasan dalam merespons masalah bersama.

“Masyarakat menjadi hakim tertinggi dalam suatu negara demokrasi. Terhadap elite politik yang tak beradab dan jauh dari spirit pengabdian pada rakyat, masyarakat dapat menghukumnya melalui pemilu, tentu dengan tidak memilihnya kembali,” ujarnya.

Dia menambahkan, “harus diakui bersama, kita masih jauh dari semua itu. Setidaknya kita harus punya komitmen untuk menjaga agar ruang publik kita tetap beradab (civilized public sphere),”kata dia.

BACA JUGA:   Hoaks Mewabah, Begini Hasil Surveinya

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).