Sepanjang tahun 2020, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menutup lebih dari 1.200 entitas pinjaman online (pinjol) ilegal. Meskipun penindakan telah dilakukan dalam beberapa tahun, aplikasi-aplikasi pinjol tetap bermunculan. Dalam satu tahun menutup lebih dari 1.200 fintech ilegal, artinya dalam satu hari bisa tiga sampai empat yang ditutup, tetapi masih saja bermunculan. Bahkan, pinjol ilegal kian menjamur dan meresahkan masyarakat.
“Meskipun pada periode sebelumnya sudah banyak korban, bahkan jumlah kerugiannya sangat besar, (penyebaran pinjol ilegal-red) tetap terjadi,” kata Ayrton Eduardo Aryaprabawa, Digital Marketing & Branding Strategist, dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (13/7/2021).
Menjamurnya entitas fintech peer-to-peer lending atau pinjol ilegal dipengaruhi oleh sejumlah alasan, mulai dari masalah literasi keuangan yang rendah hingga kecenderungan perilaku yang kurang bijak dalam mencari keuntungan.
Menurut Ayrton, terdapat tiga alasan utama penyebab pinjol ilegal tetap menjamur. Pertama, tingkat literasi keuangan masyarakat masih rendah, sehingga pemahaman terhadap investasi dan keuangan belum cukup baik. Masyarakat dapat mengakses berbagai layanan jasa keuangan tetapi pengetahuan terkait keuangan masih minim.
“Mereka umumnya tidak memahami beberapa konsep, yaitu underlying investasi, uang mereka sebetulnya diinvestasikan di mana. Banyak yang tidak paham dengan konsep compound interest atau bunga majemuk, tidak paham antara korelasi risiko dengan imbal hasil atau high risk high return. Dengan mengesampingkan prinsip-prinsip tadi, masyarakat seringkali terbuai dengan imbal hasil tinggi,” ujarnya.
Kedua, banyaknya pihak yang mengambil kesempatan dengan menyalahgunakan kemajuan teknologi, salah satunya dengan mengembangkan pinjol ilegal. “Beberapa modus yang kami temukan, mereka yang abal-abal hanya sewa satu ruko tapi lingkup operasinya bisa sangat luas, di berbagai daerah. Bahkan jika penawaran investasi ilegal itu [sebelumnya] hanya dilakukan di lingkungan sekitar, tapi dengan digital bisa dilakukan lintas batas,” ujar Ayrton.
Ketiga, adanya kecenderungan sekelompok masyarakat yang kurang bijak dalam menggunakan layanan jasa keuangan. OJK menemukan korban pinjol dan investasi ilegal bukan hanya masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah, tetapi juga mereka dengan literasi baik. Selain itu, masyarakat pun kerap kurang bijak saat mengajukan pinjaman, di luar batas kemampuannya tetapi dianggap mudah untuk diselesaikan.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0