Kemajuan dunia digital memberikan peluang munculnya penipuan secara daring. Salah satunya yaitu penipuan online shop melalui media sosial (medsos). Saat ini, para penipu kian canggih dan cukup meyakinkan dengan memasang iklan di Facebook dan Instagram. Mereka bahkan tidak ragu membuka landing pages pada web tertentu dan membuat chatbot di WhatsApp.
Menurut Agus Gunawan, CEO Omah Hidroponik & Relawan TIK, modus para penipu paling mudah memang membangun akun Instagram dan FanPage. “Sebelumnya, para penipu hanya membuka toko fiktif, membeli follower yang banyak dan melakukan likes dengan robot sehingga terlihat meyakinkan. Bahkan foto barang dagangan mengambil dari akun lain serta hasil Googling,” ujarnya dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Jumat (30/7/2021).
Agus mengatakan, ada beberapa hal yang membuat banyak korban terjerat penipuan online shop di media sosial. “Pertama ada faktor kurang hati-hati. Misalnya pengguna media sosial melihat ada barang yang dijual sangat murah langsung nafsu ingin beli, kedua, tidak dicek lagi apakah penjualnya kredibel atau tidak,” ujarnya.
Menurutnya, penipuan biasanya ada dua bentuk. Pertama, setelah pembeli transfer uang ke penipu, barang tidak akan dikirim. Kedua, barang yang dikirim tidak seperti yang dijanjikan, baik palsu atau pun memang barang tidak sesuai nilai yang ditawarkan.
Agus menuturkan, menurut statistik Patroli Siber, sepanjang 2019 ada ribuan aduan kejahatan siber yang dilaporkan masyarakat Indonesia. Total ada 4.586 laporan, 1.617 di antaranya adalah penipuan online. Perlu dicatat, data ini diperoleh berdasarkan jumlah laporan polisi yang masuk dan jumlah kasus selesai yang dilaporkan oleh Subagbinops Ditreskrimsus seluruh Polda.
Adapun kasus kejahatan siber dilaporkan banyak terjadi di platform Instagram dengan 534 laporan, WhatsApp 413 laporan, dan Facebook 304 laporan. menyebutkan, jumlah korban penipuan online shop di media sosial kemungkinan lebih besar dibandingkan yang dilaporkan ke pihak berwajib.
“Salah satu hal yang membuat para korban enggan melapor, karena jumlah kerugian yang diderita tidak terlalu besar,” kata Agus. Kalaupun melapor, lanjut dia, upaya pihak berwenang melakukan penelusuran terlalu luas dan lebih sulit. “Makanya, dari sekian banyak laporan, kemungkinan hanya beberapa persen yang pelakunya tertangkap. Itu pun pelapornya mungkin adalah korban yang nilai kerugiannya banyak atau jumlah korbannya banyak.”
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0