Colliers Indonesia merangkum kinerja sektor properti khususnya yang berada di Jakarta, Surabaya, dan Bali. Dalam laporannya, kinerja sektor properti untuk berbagai kelas aset menunjukkan dinamika yang cukup signifikan selama kuartal pertama tahun 2025.
Ferry Salanto, Head of Research Colliers Indonesia, mengatakan pasar ritel telah menunjukkan kondisi positif yang disusul perkantoran serta apartemen yang masih mengalami sedikit koreksi akibat ekonomi kurang stabil. Namun, dari sektor properti yang ada, pasar perhotelan dianggap paling terpuruk karena mengalami penurunan kinerja akibat kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.
“Perhotelan paling terdampak dengan adanya kebijakan efisiensi anggaran. Maret 2025 ini menjadi titik terendah pasar hotel khususnya di Jakarta, terutama bagi hotel yang bergantung pada pasar pemerintahan,” ungkap Ferry dalam konferensi persnya secara virtual beberapa waktu lalu.
Selain itu, bulan Maret 2025 bertepatan dengan bulan Ramadan sehingga mengurangi aktivitas bisnis dari berbagai perusahaan. Tak heran, bulan tersebut menjadi momen paling terpuruk perhotelan di Jakarta sepanjang tahun 2025.
Begitupun dengan pasar hotel di Bali yang mengalami pelambatan bisnis di kuartal pertama 2025. Meskipun hotel Bali mayoritas melayani wisatawan rekreasi, sektor MICE juga menjadi pendukung bisnis yang kuat di sana.
Oleh sebabnya, efisiensi anggaran pemerintah berdampak signifikan terhadap perkembangan bisnis hotel di Bali. Apalagi, setiap bulan Ramadan setiap tahunnya, memengaruhi pergerakan wisatawan domestik ke Bali sehingga berdampak terhadap bisnis hotel.
“Meskipun data Maret 2025 belum ada, tetapi, kemungkinan hotel di Bali akan terdampak bisnisnya dengan kondisi tersebut. Hal ini memaksa perhotelan untuk mengubah fokus pasarnya, apalagi Bali ini sangat bergantung dengan pariwisata,” katanya lagi.
Sementara itu, bisnis di sektor properti lainnya masih dapat berjalan dengan baik meskipun berada di kondisi ekonomi dunia yang tidak stabil. Pemberitaan terkait perang tarif dan dagang dari berbagai negara, dianggap Ferry tidak memberikan dampak langsung terhadap sektor properti di Indonesia.
“Yang dikhawatirkan dari perang dagang ini adalah perlambatan ekonomi di Indonesia. Selama ini, Indonesia memang menggenjot ekspor ke negara lain, namun secara historis, kebanyakan komoditi atau barang-barang yang diekspor belum menjadi barang jadi, sehingga nilainya pun tidak terlalu tinggi,” ujarnya.
Bahkan, di tengah kondisi ini, Colliers tetap melihat adanya peluang yang cukup baik khususnya pada sektor industrial di Indonesia. Kondisi ini dapat memicu perusahaan multinasional untuk merelokasi pabrik mereka dari China ke negara-negara dengan biaya produksi lebih murah, salah satunya Indonesia.
“Potensi seperti ini seharusnya dapat menciptakan peluang yang lebih besar bagi sektor manufaktur di Indonesia, terutama dalam industri elektronik, tekstil, dan otomotif,” dia menambahkan.
KOMENTAR
0