Beberapa tahun yang lalu, industri pariwisata global sedang diramaikan oleh isu pariwisata massal atau yang biasa disebut over tourism. Beberapa destinasi populer di dunia dipadati banyak wisatawan sehingga over tourism tidak terhindarkan saat itu.
Berdasarkan catatan dari MarkPlus Tourism, beberapa destinasi populer dan arus utama di Eropa seperti Venezia, Barcelona, Amsterdam, dan sebagainya mengeluarkan gerakan anti-turis untuk destinasi di sana. Hal ini diperparah dengan unjuk rasa yang dilakukan oleh penduduk setempat untuk menolak arus wisatawan massal. Pasalnya, over tourism ini banyak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan maupun sosial di destinasi tersebut.
Namun, hal ini berubah drastis ketika salah satu kota di China, yakni Wuhan, melaporkan penemuan virus terbaru yang dinamakan COVID-19. Penyakit yang ditularkan dari manusia ke manusia ini secara cepat tersebar di seluruh bagian China hingga ke beberapa negara dunia. Akibatnya, banyak negara yang memberlakukan lockdown atau penutupan sementara dari luar sehingga tidak ada wisatawan asing yang masuk ke negaranya.
Hermawan Kartajaya, Founder & Chairman MarkPlus Tourism, mengatakan, saat ini menjadi waktu yang tepat untuk mengatasi over tourism. Aturan lockdown di beberapa negara ini membantu pengelola destinasi untuk berbenah diri dalam mengatasi over tourism usai COVID-19 berakhir.
“Ini kebetulan ya, mumpung saat ini wisatawan masih sepi, jadi saatnya kita dandani destinasi kita. Kalau sudah seperti itu ‘kan, tidak mungkin ada over tourism lagi setelah COVID-19 ini berakhir,” ujar Hermawan.
Kendati demikian, masalah lain muncul ketika penyebaran COVID-19 sudah semakin cepat dan meluas di beberapa negara dunia. Meskipun dapat mengatasi over tourism, namun di balik itu semua, ada banyak industri pariwisata yang terdampak akibat COVID-19. Pelaku usaha pariwisata di dunia harus mengalami kerugian yang cukup signifikan sehingga banyak di antara mereka yang memutuskan untuk memberhentikan sementara operasionalnya.
MarkPlus Tourism membagikan data yang dikeluarkan dari United Nations World Tourism Organization (UNWTO) terkait jumlah wisatawan internasional saat pandemi COVID-19 ini berlangsung. Dalam data tersebut, UNWTO memprediksi bahwa sepanjang tahun 2020 jumlah wisatawan internasional akan menurun antara 20 persen hingga 30 persen. Hal ini tentu berdampak pada potensi kerugian yang mencapai US$300 sampai US$400 miliar.
“Sejauh ini kawasan Asia Pasifik yang paling terdampak, yakni turun 9 persen sampai 12 persen kedatangan wisatawan mancanegara dari prediksi pertumbuhan yang diperkirakan 5 persen sampai 6 persen di Januari 2020,” ujar Mochamad Nalendra, Executive Director MarkPlus Tourism.
Sementara menurut data dari The International Air Transport Association (IATA), potensi hilangnya pendapatan dari industri penerbangan global berkisar US$63 miliar. Ini pun jika skenario COVID-19 dunia dapat tertangani dengan cepat. Namun, jika penyebarannya semakin luas, kerugian yang diprediksi mencapai US$113 miliar.
KOMENTAR
0