Penyebaran virus Corona membuat pelaku usaha di industri pariwisata merana. Profesi pemandu gunung menjadi salah satu yang terdampak cukup besar dengan adanya pandemi global ini. Data yang dihimpun oleh Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) menunjukkan bahwa total keseluruhan kerugian yang dirasakan profesi ini mencapai 87 persen. Sisanya, mengandalkan bisnis di luar pendakian, yaitu berjualan barang-barang outdoor atau perlengkapan mendaki yang sudah ditekuni sebelum masa pandemi COVID-19.
“Tapi, kalau untuk trip benar-benar hilang 100 persen. Kita semua tidak ada pemasukan lagi dari pendakian,” kata Vita Cecilia, Ketua Umum APGI.
Sepinya pendakian sudah terjadi sejak adanya aturan physical distancing dan lockdown di beberapa wilayah Indonesia. Gunung-gunung yang berada di bawah taman nasional pun akhirnya ditutup sementara mengikuti arahan dari pemerintah.
“Sampai saat ini setahu saya hanya gunung Papandayan saja yang masih buka karena tidak dikelola taman nasional. Itu juga di sana tidak ada yang mendaki,” cerita Vita.
Kondisi ini tentu merugikan seluruh pemandu gunung yang ada di Indonesia karena tidak ada pemasukan sama sekali. Bahkan, APGI sudah memprediksi akan ada penurunan terhadap jumlah wisatawan dan jumlah trip dari wisata gunung selama tahun 2020.
Terlebih dengan adanya kasus kebakaran hutan yang terjadi di area Gunung Semeru pada September 2019 silam membuat pemandu gunung di daerah tersebut harus merasakan penurunan bisnis sejak tahun 2019 karena pendakian ke Gunung Semeru ditutup total.
“Pemandu gunung ini yang paling banyak kerugiannya. Kasus kebakaran hutan belum selesai, sekarang harus ditambah dengan COVID-19. Padahal, rencananya di Februari ini trip mereka sudah mulai jalan, tetapi ternyata malah jadi tiarap,” keluh Vita.
Meskipun kebakaran hutan menjadi salah satu faktor penurunan bisnis pemandu wisata, tetapi efek COVID-19 dirasa paling parah dampaknya untuk sektor ini. Pasalnya, dengan aturan jaga jarak yang diterapkan pemerintah membuat masyarakat enggan untuk berwisata ke gunung.
“Ketika kebakaran hutan, orang masih berani pergi ke gunung karena masih ada area yang bisa dikunjungi. Misalnya, saya di basecamp saja atau jalan-jalan di sekitar taman nasional. Jadi, masih ada bisnis di dalamnya, kalau COVID-19 ini benar-benar kosong,” jelasnya.
Ditambah dengan aturan lockdown dari negara lain yang terdampak COVID-19, semakin memperkecil unit usaha dari pemandu wisata. Bahkan, sebelum COVID-19 masuk ke Indonesia, pemandu wisata sudah kehilangan banyak wisatawan mancanegara akibat sistem lockdown di negaranya.
“Kalau saya pribadi, tamu yang datang kebanyakan asing, jadi di saat wisatawan mancanegaranya berkurang, ya berasa sekali penurunan bisnisnya. Apalagi kebanyakan yang datang itu dari Eropa, Amerika, dan China,” ucapnya lagi.
Oleh karenanya, ia berharap kondisi ini segera pulih kembali sehingga seluruh pemandu gunung dapat segera bangkit. Ia juga berharap, usai pandemi ini berakhir, masih banyak turis asing yang memercayakan Indonesia sebagai salah satu tempat pendakian gunung paling terbaik sehingga banyak pelaku usaha yang terbantu di dalamnya.
KOMENTAR
0