Digital Nomad Berpotensi Bangkitkan Sektor Perhotelan

Monday, 19 April 21 Bonita Ningsih

Pandemi COVID-19 menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat untuk meningkatkan kebersihan dan mengatur gaya hidup. Tak hanya itu, kondisi ini juga menimbulkan sebuah tren terbaru dalam dunia pariwisata, yakni staycation.

Bhima Yudhistira Adhinegara, Ekonom dari Institute for Development on Economic and Finance (INDEF), mengamati bahwa tren staycation justru meningkat 40 hingga 300 persen saat puncaknya pandemi. Menurutnya, hal tersebut terjadi lantaran masyarakat sudah mulai bosan di rumah dan mulai mencari tempat liburan yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.

“Sebenarnya tren ini sudah ada sejak tahun 2017 silam, namun pandemi mempercepat semuanya. Bagi orang yang sudah tidak sabar terlalu lama di rumah, akan memilih staycation di hotel yang dekat dari rumah dan memiliki protokol kesehatan yang ketat,” jelas Bhima.

BACA JUGA:   Indonesia Jalin Kerja Sama Pendidikan AI dan Pariwisata Berkelanjutan dengan Northeastern University

Berdasarkan data dari platform pencarian hotel Wego, perkembangan minat staycation mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada Mei-Agustus 2020. Kenaikan tertinggi pemesanan kamar hotel di Bandung terjadi pada Juni 2020 dengan angka 51 persen. Sementara itu, Yogyakarta mencatat kenaikan paling signifikan dari daerah lainnya, yakni hingga 298 persen pada bulan Juli 2020.

“Yogyakarta memang paling tinggi naiknya dan kebanyakan yang memesan kamar di sana itu orang-orang yang tinggal di sekitar daerah sana. Tidak melulu orang-orang dari daerahnya saja, tetapi bisa saja dari daerah lain yang masih terjangkau dengan kendaraan. Misalnya saja dari Jakarta ke Bandung kemudian Semarang ke Yogyakarta,” ungkapnya.

BACA JUGA:   Pariwisata Bali Masih Ditutup

Kemunculan tren staycation ini juga dimanfaatkan dengan baik oleh pihak hotel. Menurut Bhima, banyak perhotelan yang secara aktif membuat paket khusus staycation atau work from hotel. Pihak hotel juga terus melakukan inovasi dengan memberikan pelayanan dan fasilitas terbaik di tengah pandemi.

“Paket work from hotel ini juga dimanfaatkan dengan baik oleh para pekerja digital nomad. Mereka ini merupakan orang-orang yang bisa bekerja di mana saja sehingga paket ini dapat digunakan untuk bekerja sambil liburan,” dia menambahkan.

Menurutnya, pekerja digital nomad memiliki peluang yang besar untuk membangkitkan pariwisata, khususnya dunia perhotelan. Pasalnya, pendapatan individu dari digital nomad rata-rata mencapai US$50.000-99.000 atau setara dengan Rp722 juta per tahun. Secara total, potensi digital nomad dapat menembus hingga Rp21,4 triliun per tahunnya.

BACA JUGA:   Ini Strategi Kemenparekraf Untuk Meningkatkan Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara  

“Tren yang telah terjadi selama pandemi ini tentunya juga mempercepat perkembangan digital nomad. Namun, diperlukan model pelayan yang berbeda dan spesifik seperti menyediakan working space yang unik di tiap tempat,” ucap Bhima.