Berdasarkan laporan dari ADB (Asian Development Bank), COVID-19 berdampak pada menyusutnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang Asia menjadi 2,2 persen per tahun. Keadaan ini adalah yang terburuk sejak tahun 1998 yang pertumbuhannya ekonominya hanya 1,7 persen.
Yasuyuki Sawada, kepala ekonom ADB, mengatakan, “Tidak ada yang bisa memperkirakan seberapa luas penyebaran pandemi COVID-19 dan untuk mengatasinya kemungkinan memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan saat ini. Kemungkinan gejolak keuangan yang parah dan krisis keuangan tidak dapat diabaikan.”
China kemungkinan ekonominya hanya tumbuh 2,3 persen tahun ini. Biro Statistik Nasional China melaporkan, Cina telah kehilangan lima juta pekerjaan dalam dua bulan pertama tahun ini, atau sekitar 6,2 persen pekerjaan pada sektor perkotaan pada bulan Februari.
Perlambatan ekonomi China akan berpengaruh pada jumlah wisatawan negara Tirai Bambu yang melakukan kunjungan wisata ke luar negeri, termasuk Indonesia. Jika pandemi COVID-19 berlangsung selama satu tahun, berisiko merugikan pariwisata Indonesia Rp54,6 triliun, dan Rp38,2 triliun di antaranya berasal dari devisa wisatawan China. Perhitungan tersebut diperoleh dari rata-rata kunjungan turis China ke Indonesia mencapai dua juta orang per tahun dengan rata-rata pengeluaran US$1,400 per kunjungan.
Apalagi pemulihan COVID-19 ini memakan waktu yang lama, tentunya akan membuat industri pariwisata dan MICE Indonesia akan terganggu. Pemerintah Indonesia pun saat ini tidak tinggal diam. Selama COVID-19 berlangsung, Kemenparekraf mendorong para pelaku industri dan asosiasi untuk melakukan persiapan-persiapan agar dapat membawa kegiatan internasional ke Indonesia, serta memberikan berbagai stimulus pada para pelaku industri MICE.
KOMENTAR
0