Dalam rangkaian acara Bali & Beyond Travel Fair 2017 yang berlangsung pada 7-11 Juni 2017, pada hari kedua, 8 Juni 2017, sejumlah perwakilan media dan partisipan mendapat kesempatan mengunjungi kantor pusat sekaligus workshop pembuatan perhiasan berkelas John Hardy.
Perusahaan John Hardy yang terletak di Banjar Baturning No. 1 Desa Mambal Abiansemal, Badung, Bali, ini berdekatan dengan destinasi wisata Ubud dan bisa ditempuh sekitar satu setengah jam berkendara dari Bandara Ngurah Rai.
John Hardy yang terkenal dengan kemewahannya yang mendunia ini menjadi salah satu perusahaan yang juga terkenal dengan konsep ramah lingkungan. Seperti yang dikatakan panitia penyelenggara bidang media BBTF, bahwa konsep ramah lingkungan inilah yang menjadi salah satu pertimbangan panitia untuk mengenalkannya kepada partisipan BBTF.
Sang Ayu Pt Sri Utami, Senior PR Manager John Hardy, mengatakan bahwa sejak awal perusahaan yang didirikan oleh John Hardy, seorang seniman asal Kanada, pada tahun 1975 ini memang mengangkat konsep ramah lingkungan. Konsep perusahaan ramah lingkungan ini sudah terlihat sejak para pengunjung memasuki lobi perusahaan sekaligus showroom dan workshop yang berdiri di atas lahan hampir 2 hektare ini.
Sebagian besar gedung dan lahan memang dibangun dengan mengikuti kontur tanah yang ada. Suasana kantor dan workshop di sini memang berbeda dengan yang lainnya dengan suguhan pemandangan hijau petak-petak sawah, gemericik aliran sungai, kicau burung-burung liar, dan pepohonan rindang tinggi menjulang. Berada di lokasi ini seperti tak berada di tempat kerja pada umumnya, lebih cenderung seolah berada di vila-vila yang ada di Ubud dengan keindahan alam, kebun, dan aliran sungai.
“Kami memang tidak melakukan perubahan yang merusak lingkungan di sekitar lahan. Bangunan kantor dan showroom pun bersebelahan persis dengan sawah,” ujar Utami.
John Hardy juga mengajak petani di desa tersebut untuk bertanam padi di sawah tersebut dan memanen hasilnya sehingga hasilnya bisa dinikmati bersama-sama.
Arsitektur bangunan-bangunan di John Hardy didominasi oleh bambu, atap alang-alang, dan bahan-bahan daur ulang. Semuanya didesain sesuai dengan konsep brand yang diusung mereka, yakni Sustainable Luxury, bagaimana menampilkan sebuah produk mewah yang bersifat berkelanjutan tanpa harus merusak lingkungan sekitar.
Kecintaan pada lingkungan, khususnya pohon bambu, juga tecermin pada program perusahaan yang telah dimulai sejak tahun 2006 lalu dengan nama Wear Bamboo, Plant Bamboo dengan menanam 1 juta pohon bambu di seluruh Bali. Diperkirakan pada bulan Agustus 2017 mendatang pohon ke-sejuta akan sudah terlaksana ditanam. Menurut Utami, dana program ini diambil dari beberapa persen keuntungan yang didapat dari penjualan perhiasan mereka yang berdesain bambu.
Sebuah bangunan berkonsep wantilan menjadi ruang kerja bagi 10 desainer perhiasan John Hardy yang berada di bawah pengawasan creative director yang berkantor di New York. Bangunan tradisional bernama Wantilan ini dikelilingi oleh kolam ikan dan sepetak sawah. Menurut Utami, kesan tradisional dan nyaman ini diharap dapat dimanfaatkan para desainer agar lebih rileks bekerja dan mendapatkan banyak inspirasi untuk karya-karyanya.
Ditambahkan Utami, pada divisi desainer ini mereka juga telah melakukan program mencari potensi desainer dari anak yatim piatu yang mereka pilih untuk dilatih dari dasar hingga bisa menghasilkan karya desainnya. “Program ini sengaja untuk mengangkat potensi dari seorang anak menjadi mandiri dan jika sudah bisa mendesain mereka tidak harus bekerja di sini, tetapi bisa memilih untuk bekerja di mana saja,” ujar Utami.
Arsitektur bangunan showroom John Hardy menjadi bangunan yang paling dipuji para pengunjung karena memakai konsep one single bamboo. Bangunan yang mengusung konsep kapal bambu ini beratapkan material alang-alang yang didesain menyerupai badan kapal terbalik. Di showroom John Hardy ini, pengunjung bisa melihat-lihat beragam koleksi perhiasan perak yang mewah dan berdesain unik dengan harga sekitar Rp5 juta hingga Rp1 miliar.
Koleksi perhiasan John Hardy sangat dikenal bermain dengan tema-tema seperti dot, bambu, chain, legend, dan one of kind. Setiap koleksi terbarunya biasanya diluncurkan untuk musim semi dan musim gugur. Salah satu koleksi terbaiknya bernama “Cinta” yang konon terinspirasi dari hadiah John untuk istrinya. Ada pula The Naga Collection yang diibaratkan sebagai simbol cinta, keberuntungan, serta perlindungan.
Tak hanya mengagumi konsep ekowisata di perusahaan yang mempekerjakan sekitar 700 karyawan ini dan mengamati pekerja dan seniman beraktivitas, tetapi para partisipan Bali & Beyond Travel Fair 2017 juga diberi kesempatan mencoba membuat dan merangkai perhiasan sendiri. Para pengunjung pun dibuat tercengang karena melihat sendiri kerumitan para pekerja menyulam batangan kecil perak menjadi sebuah perhiasan.
“Semua perhiasan John Hardy diciptakan secara handmade oleh para perajin perak andal di Bali. Mereka dibagi dalam beberapa divisi untuk mempercepat pengerjaan, semisal tim khusus untuk merancang model wax, tim yang memproses casting, tim yang membuat detail-detail aksesori, hingga tim yang menyatukan seluruh detail menjadi satu model perhiasan yang utuh. Seperti menjahit dengan benang, kami di sini menjahit lempengan kecil perak ini menjadi sebuah karya seni,” kata Utami.
Untuk menyelesaikan satu koleksi perhiasan bisa memakan waktu tiga bulan atau bahkan satu tahun lebih, tergantung dari tingkat kerumitan desain perhiasan itu sendiri. Pembuatan perhiasan perak di John Hardy pun memang tergolong kompleks dan memakan waktu yang tak sedikit.
Perjalanan bisnis John Hardy bukan sekadar brand, tapi berlatar belakang cerita menarik tentang seluruh konsep “sustainable luxury” yang ditawarkannya. Ia adalah seorang pemuda asal Kanada di awal tahun 1970 yang hijrah ke Bali usai menamatkan pendidikannya di sebuah institusi seni di Kanada. Niatnya ke Bali hanyalah untuk liburan, namun dalam perjalanannya justru John jatuh cinta dengan kebudayaan, kehidupan seni, serta keramahtamahan orang Bali. Dari kekagumannya terhadap Bali itulah lantas menginspirasinya untuk membuat sebuah karya.
Ia pun berbaur dengan kehidupan para pengrajin perhiasan perak di Bali. Uniknya John bukanlah seorang desainer andal, apalagi seniman perhiasan. Melainkan, ia adalah seorang konseptor dan visioner yang ulung, di mana mampu mentransfer sejumlah ide dan konsep briliannya kepada perajin Bali agar direalisasikan untuk menjadi koleksi perhiasan yang menawan. John mampu mengkolaborasikan teknik tradisional khas perajin perhiasan Bali dengan selera modern yang dimilikinya.
Bali & Beyond Travel Fair 2017 merupakan perhelatan yang keempat kalinya. Acara ini berlangsung dari 7 Juni 2017 hingga 11 Juni 2017 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC). Selain menghadirkan lebih dari 200 seller dan sekitar 200 buyer, BBTF 2017 juga diliput sekitar 100 media dari dalam dan luar negeri.
KOMENTAR
0