Meskipun tak setebal offline event, cuan dari virtual event mampu membuat para organizer bertahan di tengah pandemi. Kuncinya kreatif, inovatif, dan adaftif.
Pandemi boleh saja memingit para pelaku MICE. Tapi bukan berarti kreativitas juga terpingit. Berbekal kemajuan teknologi, para organizer mengalihkan kerumunan massa ke dunia maya. Meskipun cuannya sedikit, tapi itu cukup sebagai bekal untuk melewati masa sulit.
Dyandra Promosindo merupakan satu dari beberapa perusahaan organizer beradaptasi melawan pandemi. “Kami membuat departemen baru sebagai infrastruktur penopang virtual event. Jadi, kita memiliki platform sendiri untuk mengadakan virtual event dalam bentuk apa pun,” kata Bunga Swastika, Project Manager Dyandra Promosindo, saat menjadi narasumber Podcast MICE Talk beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut ia menjelaskan, investasi melahirkan departemen digital memiliki pertimbangan. Alasannya pertama ialah untuk efisiensi sehingga rupiah dari virtual event lebih maksimal karena tak mengalir ke vendor. Kedua, ia meyakini bahwa virtual event tak serta-merta hilang ketika pandemi berakhir.
Tak sekadar menjadi penopang, departemen digital itu juga kini sudah menjadi kantong pendapatan bagi perusahaan. “Jadi, tak hanya mengakomodasi proyek yang biasa kita selenggarakan. Tapi sudah ada beberapa brand yang meminta dibuatkan virtual event,” katanya.
Selain cuan yang tak tebal, tantangan lain yang kerap menjadi batu sandungan adalah ketika organizer harus berkompetisi dengan tim internal perusahaan klien, atau venue acara semisal hotel dan convention center. “Oleh karena itu, organizer harus mampu kreatif dan memberikan pelayanan lebih. Pasalnya, produksi menyelenggarakannya tidak mahal, dan dengan teknologi itu menjadi relatif mudah,” kata Panca Sarungu, Ketua Umum Masyarakat Sadar Pariwisata (MASATA).
Menurut Bunga, untuk memonetisasi virtual event ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, mencari tahu kebutuhan pasar dan sesuatu yang sedang menjadi tren. Untuk itu, organizer harus memahami dan mengenal industri (pasar) dengan baik.
Selanjutnya, diformulasikan paket yang ditawarkan dengan kreatif dan inovatif. Selain itu, paket atau program yang ditawarkan harus memiliki unique point. Jika telah menemukan keunikan, cepat atau lambat pasar akan melihat.
“Kami pernah menjual slot speaker opportunity. Karena ada beberapa perusahaan yang ingin memperkenalkan produk atau program barunya. Dan, asalkan kontennya masih sesuai dengan konsep, itu bisa menjadi another revenue,” kata Bunga.
Selaras dengan itu, Panca menambahkan, sebuah konsep yang ditawarkan harus memiliki target pasar yang jelas. Untuk itu, kebutuhan riset and development akan sangat membantu organizer dalam memahami pasar.
“Namun, semuanya balik ke konten. Content is the king,” kata Panca.
KOMENTAR
0