Seperti Apa Nasib Bisnis Hotel 2022?

Thursday, 20 January 22 Bayu Hari
Bisnis Hotel 2022

Di antara hotel yang tutup atau bangkrut, ada hotel baru bermunculan. Bahkan ada investor yang berani mengakuisisi jaringan hotel lokal. Pelaku tetap optimis jika bisnis perhotelan akan kembali cemerlang.

Melandainya kasus COVID 19 pada kuartal III 2021 menjadi angin segar bagi bisnis perhotelan. Tingkat hunian kamar meningkat hingga 50-60 persen, dan kegiatan pertemuan tatap muka mulai meramaikan ruang hotel.

Rapor bisnis hotel ditengarai meningkat dua kali lipat dari periode yang sama tahun lalu. Perbaikan itu didorong oleh mulai bergeraknya segmen pasar bisnis (MICE). “Pada 2020 yang baru tumbuh pasar leisure, sedangkan pasar MICE beralih ke virtual. Pada 2021, keduanya sudah bergerak,” kata Maulana Yusran, Sekretaris Jendral Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia.

Namun bisnis hotel yang telah menunjukkan grafik positif itu kembali dibayangi keresahan seiring dengan varian COVID 19 omicron yang telah masuk ke Indonesia. Meskipun ditengarai tak lebih mematikan dari varian sebelum, tapi varian omicron memiliki daya tular yang lebih tinggi.  

“Apabila kasus COVID 19 kembali melonjak itu akan berbahaya bagi sektor pariwisata dan perhotelan,” kata Maulana.

BACA JUGA:   Jawara Siapkan Rp25 Miliar Untuk PHRI

Penanganan COVID 19 memang bertolak belakang dengan kinerja sektor pariwisata dan perhotelan. Ketika kasus kembali tinggi, maka mobilitas masyarakat bakal kembali diperketat oleh pemerintah. Sementara, kunci dari kinerja sektor pariwisata itu bergantung kepada mobilitas masyarakat.  

“Yang kami khawatirkan itu angka kasusnya naik. Karena kunci dari kinerja sektor pariwisata dan perhotelan itu dari mobilitas masyarakat. Mau buat program apapun selama pergerakannya dihambat, itu tidak akan efektif,”katanya.  

Pasar Domestik

Pandemi memang belum usai. Omicron atau varian baru lainnya bisa saja kembali datang. Terpenting bagaimana pemerintah mampu untuk memitigasinya. Semisal dengan melakukan kebijakan karantina yang ketat, dan terus meningkatkan program vaksinasi.

Bagi destinasi yang mengandalkan wisman, kebijakan karantina yang ketat mungkin dianggap kurang tepat. Namun, pada situasi serba tak pasti seperti saat ini, perlu kehati-hatian dalam melangkah. Salah langkah, impaknya bakal membuat industri pariwisata makin terpingit.

Apabila pasar internasional belum bisa digarap, mengapa tak memikat pasar lokal? Potensinya pasarnya besar. Sebelum pandemi, kurang lebih ada sekitar 12 juta orang Indonesia yang pelesiran ke luar negeri. Jika minat pergi ke luar negeri itu dialihkan ke destinasi domestik, setidaknya akan cukup membantu.

BACA JUGA:   Tata Kelola Destinasi Pariwisata di 27 Kluster Destinasi

“Kita bicara kehati-hatian. Saya melihat dengan kebijakan karantina itu, banyak yang orang mau pergi ke luar negeri, mereka batalkan, dan mengalihkannya ke destinasi domestik,” kata Maulana.

Potensi pasar domestik yang besar itu pula yang membuat Artotel Group berani melakukan terobosan bisnis di tengah wabah dengan mengakuisisi saham beberapa operator hotel lokal. “Ada optimisme. Kondisi tidak akan seperti ini terus. Kami tawarkan business plan strategy kepada para investor,” kata Eduard Rudolf Pangkerego, COO Artotel Group.

Strategi bisnis itu ternyata mendapat respon positif. Artotel pun mendapatkan sejumlah dana segar dari investor. Selanjutkan dana tersebut digunakan untuk memperluas jaringan Artotel Group dengan mengakuisisi saham Dafam Hotel Management (DHM) yang berada di bawah naungan Dafam Group.

Dilansir dari Katadata, Artotel menguakuisisi 80 persen saham DHM pada awal Desember 2021. Artotel melakukan penyertaan modal di DHM dengan mengambil 8.000 saham senilai Rp8 miliar.

BACA JUGA:   Sewa-Menyewa Sertifikat Kompetensi MICE

Sebelumnya, pada Agustus 2021, Artotel juga melakukan langkah serupa terhadap manajemen Kyriad Hotel Indonesia, yang merupakan salah satu bran hotel milik Louvre Hotels Group asal Prancis. “Kuncinya kolaborasi, sinergi dengan mengandalkan kekuataan pelaku dan pasar lokal,” kata Eduard.

Sementara itu, minat investor untuk bermain di bisnis perhotelan tetap ada. Optimisme itu datang dari Andhy Irawan, CEO DHM,. “Mereka memang punya perhitungan sendiri.Saya hanya memantapkan saja apa optimisme mereka membuka hotel baru. Bahkan yang belum punya hotel pun mereka ada yang tetap optimistis,” katanya.

Namun, tak dipungkiri bahwa ada pebisnis hotel yang kurang beruntung dan kemudian memutuskan untuk menutup hotel atau bahkan menjualnya. “Kami yakin kondisi akan kembali membaik. Pada 2023, atau akhir 2022, kondisinya akan seperti sebelum pandemi,” kata Eduard.