Oleh Faried Moertolo, Penggiat Pariwisata.
Keberadaan Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang (2015), sejatinya tak semata memberikan manfaatkan terhadap sektor pertanian, perikanan, dan juga sebagai bahan baku pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Waduk Jatigede dapat dimanfaatkan untuk pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Sumedang.
Ketika waduk yang menelan investasi Rp6,5 triliun ini kering pada musim kemarau misalnya. Puing-puing bangunan dari 28 desa yang ditenggelamkan saat pembangun waduk pun menjadi obyek wisata baru. Banyak wisatawan bertandang untuk melihat ‘kota mati’ di Waduk Jatigede.
Itu merupakan contoh kecil dari potensi wisata atau rekreasi yang dapat dijual di kawasan tersebut. Keberagaman budaya di Sumedang pun sejatinya potensial untuk dikembangkan sebagai daya tarik pawisata. Apalagi, beroperasinya Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, yang hanya berjarak sekitar 90 menit berkendara, dapat menjadi ‘tonggak’ pembangunan pariwisata di Sumedang.
Keberadaan BIJB Kertajati telah merubah lanskap aksesibilitas di kawasan Jawa Barat. Keadaan ini tentunya memberikan dampak ekonomi, termasuk sektor pariwisata di Kabupaten Sumedang. Namun besar kecilnya nilai tambah (value) yang diperoleh Kabupaten Sumedang sangat tergantung pada bagaimana stakeholder menyikapi serta mensiasati situasi dan kondisi tersebut, untuk selanjutnya dirumuskan dalam bentuk rencana, strategi, dan aksi.
Produk pariwisata (3A = Aksesibilitas, Atraksi Wisata, Amenitas) di Kabupaten Sumedang sesungguhnya bervariatif, namun belum dikembangkan karena terbatasnya kemampuan daerah. Saat ini kuliner tahu Sumedang telah melekat kuat sebagai citra Sumedang. Demikian juga dengan produk pertanian seperti mangga gedong gincu dan pisang dari Sumedang. Namun citra produk Sumedang tersebut belum “dirawat” secara terstruktur dan berkesinambungan. Bahkan, kini cenderung terabaikan.
Hingga kini Kabupaten Sumedang telah memiliki berbagai daya tarik wisata yang didukung dengan ketersediaan 20 hotel dengan kapasitas 1.860 kamar.
Dalam kaitan dengan sumber daya manusia, pemahaman pariwisata aparatur pemerintah daerah masih sangat terbatas sehingga dalam menjalankan fungsi dan tugasnya belum efektif dan efisien. Di sejumlah obyek dan daya tarik wisata juga kerap dijumpai praktek-praktek premanisme (pungutan liar) sehingga merusak citra dan menghambat terwujudnya kenyamanan wisatawan.
Selain itu, kegiatan pengembangan destinasi, terutama pemasaran dan promosi produk pariwisata masih sangat terbatas, dan menggunakan cara konvensional. Namun, pemanfaatan teknologi digital di industri pariwisata masih lebih baik dan berjalan sesuai harapan, baik dalam besaran kualitas, interdependensi, dan keberlanjutan.
Sinergi antar sektor pembangunan di Kabupaten Sumedang (SKPD) juga belum seperti yang diharapkan. Dalam hal ini penetapan skala prioritas membutuhkan kajian yang komprehensif. Sementara itu, kegiatan event pariwisata masih belum dieksplorasi dan masih dibutuhkan upaya yang lebih besar agar dapat tampil di level nasional.
Untuk itu diperlukan dukungan dan upaya pemerintah pusat untuk menjembatani terciptanya peran dijajaran Pemerintah Daerah (Pemangku Kepentingan pariwisata) dalam upaya pengembangan destinasi pariwisata yang lebih sehat dan kreatif. Dalam hal ini, adanya pendampingan yang menyangkut upaya pemahaman tentang Pengembangan, Desain, Rencana Aksi, dan Desiminasi serta Sosialisasi destinasi dan pemanfaatannya diharapkan dapat membantu mengurangi permasalahan tersebut. Walhasil dalam mengembangkan destinasi, memasarkan dan mempromosikan produk pariwisata dapat dilakukan lebih efisien dan efektif.
Kementerian Pariwisata juga harus berperan guna membantu kesiapan Pemerintah Daerah Sumedang dalam meningkatkan performanya. Dalam hal ini pendekatan komunikasi dalam konteks kebutuhan perencanaan perlu dilakukan dari bawah ke atas, dalam arti dibangun komunikasi dari level Desa selanjutnya meningkat pada lingkup Kecamatan, hingga pada skala Kabupaten. Dengan demikian, realisasi waduk Jatigede sebagai destinasi pariwisata cepat tercapai.
***
Kenyataan tersebut tentunya harus dipahami oleh semua pihak (stakeholder) utamanya oleh Aparatur Pariwisata di Kabupaten Sumedang, sehingga “tidak menggampangkan dan serampangan” dalam mendesain termasuk merencanakan pengembangan destinasi pariwisata. Karena sifat pengembangan pariwisata sangat multi sektor dan multi disiplin.
Dalam pengembangan pariwisata sesungguhnya batas-batas wilayah administratif menjadi “kabur” karena wisatawan memiliki kemerdekaan dalam mengkonsumsi produk pariwisata. Oleh karenanya, sinergi antar wilayah baik skala Desa, Kecamatan, maupun Kabupaten menjadi penting dalam mendesain pengembangan pariwisata di Kabupaten Sumedang. Konsep pengembangan pariwisata yang multi dimensi dengan berbagai karakteristiknya tersebut, menjadikan Pelaku usaha di industri pariwisata juga senantiasa dituntut melakukan inovasi pengembangan usaha termasuk dalam membangun komunikasi, antara lain melalui inovasi teknologi guna pengkuatan produktivitasnya.
Dalam hal ini, upaya pengembangan destinasi pariwisata Kabupaten Sumedang harus diselaraskan dengan Pengembangan Pariwisata Jawa Barat sebagai “provinsi pariwisata”. Termasuk dipadukan dengan Pengembangan Pariwisata Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam PP nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional (RIPPNAS).
Dalam Undang-undang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009, mengamanatkan bahwa Daerah harus menyiapkan RIPPDa (Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah) yang berbobot dan berwibawa sebagai panduan dan pedoman dalam pengembangan pariwisata.
Terkait dengan hal itu, saat ini ada Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2014 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Kabupaten Sumedang Tahun 2014-2025. Namun, RIPPDa tersebut belum bisa dijadikan sebagai referensi, apalagi sebagai pedoman pembangunan guna terwujudnya destinasi pariwisata yang atraktif dan berwawasan lingkungan yang mampu meningkatkan pendapatan nasional, daerah dan masyarakat.
Padahal, jika digarap dengan serius, pariwisata sebagai salah satu sektor strategis yang tengah dibangun oleh Priseden Joko Widodo, dapat menggerakan perekonomian Kabupaten Sumedang. Angka kemiskinan di Kabupaten Sumedang yang bertengger di angka 9 persen (2018) bakal menyusut jika pengembangan pariwisata dilakukan dengan baik dan benar.
Walhasil itu selaras dengan Nawacita Presiden Joko Widodo: Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan (butir 3); Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya (butir 6); Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik (butir 7).
KOMENTAR
0