Pandemi membawa tren baru bagi banyak sektor industri, termasuk pada industri pameran. Tren digital menjadi isu yang marak dikumandangkan sebagai bentuk adaptasi terhadap kondisi yang berubah.
Penyelenggaraan pameran yang sejatinya mengumpulkan manusia harus bisa beradaptasi dengan aturan yang membatasi pergerakan dan interaksi manusia. Menjelang akhir tahun 2021, kabar gembira menghampiri para pelaku industri pameran. Saat semakin baiknya penanganan pandemi dari pemerintah, izin menggelar pameran pun mendapatkan respons positif.
Meski kegiatan pameran sudah boleh diselenggarakan secara offline, nyatanya jumlah pengunjung dibatasi, dan jumlah peserta pun belum kembali normal yang disebabkan oleh keadaan finansial perusahaan.
Untuk menyiasati hal tersebut, format hibrid pun menjadi solusi—selain untuk menjangkau audien yang lebih luas.
TJ Anggara, CEO Indonesia International Outdoor Festival, mengatakan, pada saat awal pandemi muncul tren virtual booth, yakni pameran yang dilakukan secara daring. Namun, seiring berjalannya waktu dan mulai membaiknya kondisi dibarengi adaptasi manusia dengan kondisi, tren tersebut mulai menurun.
“Belum dua tahun mulai ditinggalkan karena orang beranggapan kurang bisa merasakan experience-nya. Kemudian muncul tren hibrid,” kata Anggara. “Ke depan harus seimbang antara offline dan digital.”
Hendra Noor Saleh, Presiden Direktur Dyandra Promosindo, menambahkan, pelaksanaan pameran secara daring merupakan bagian dari pemanfaatan teknologi sebagai nilai tambah dalam gelaran pameran. Teknologi sangat membantu memudahkan pelaksanaan pameran, dan teknologi memperbesar pameran dari sisi ekonomi.
“Fitrah manusia adalah berinteraksi. Jadi, perdagangan fisik sejatinya tidak bisa tergantikan, pun dalam industri pameran. Penyelenggaraan secara offline akan tetap ada,” jelasnya.
Hendra juga menekankan pentingnya adaptasi menyikapi kondisi. Pada saat pandemi, protokol kesehatan wajib diterapkan sebagai bagian dari adaptasi.
“Event akan berkembang dengan memanfaatkan teknologi, prokes akan berkurang di sejumlah aspek, tapi manusia menyesuaikan diri. Momentum ini membuat kita optimistis ke depan, bukan kembali seperti zaman dulu sebelum pandemi, tapi mengembangkan yang ada,” kata Hendra.
Hosea Andreas Rungkat, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Pameran Indonesia (Asperapi), mengamini apa yang dikatakan Hendra bahwa pameran offline tidak bisa tergantikan, namun harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
Andreas juga mengatakan adanya perubahan target dari yang B2B menjadi B2C. “Sekarang ini yang terpenting adalah bagaimana bisa menghasilkan uang. Para pemain B2B mulai melirik kembali segmen B2C,” jelasnya.
Lebih lanjut Andre menuturkan, ke depannya juga akan ada perubahan dari sisi pengunjung. Penyelenggaraan pameran secara offline boleh jadi tidak akan seramai ketika sebelum pandemi.
“Tapi jangan khawatir, pengunjung memang lebih sedikit, namun yang datang adalah pengunjung potensial yang memang ingin membeli, bukan pengunjung yang sekadar window shopping,” ungkap Andre.
“Covid-19 tidak akan mematikan industri dan spirit kita. Ini membuat kita berpikir apa yang harus dilakukan ke depan. Adaptasi, improvisasi, dan kolaborasi,” jelas Andreas.
KOMENTAR
0