Era Pameran Virtual

Tuesday, 23 June 15 Venue

Berdasarkan survei lembaga riset Tagoras pada 112 organizer, diketahui bahwa sekitar 33 persen responden setidaknya pernah menggelar satu kali virtual event, dan 64,8 persen di antaranya mendapatkan apresiasi positif dari publik. Celisa Steele, Direktur Publikasi Tagoras, mengatakan, virtual event mengalami perkembangan signifikan pada dua tahun terakhir. “Pertemuan virtual akan mengambil posisi penting di masa depan. Meski begitu, saya menilai virtual event tidak akan menggantikan peran pameran fisik yang ada saat ini,” katanya.  

Ruth Rowan, CEO BT Global Services untuk Asia, Timur Tengah, dan Afrika, mengatakan, esensi virtual event terletak pada bagaimana banyak orang dari berbagai belahan dunia dapat terhubung melalui teknologi. Virtual event memungkinkan audiensi mengakses informasi bisnis dan melakukan percakapan melalui live chat hanya dari laptop atau perangkat mobile.

 “Pada tahun 2013, kami menggelar virtual event untuk Syngenta, sebuah perusahaan agrobisnis global. Ini merupakan satu-satunya cara untuk menyatukan semua tim yang tersebar di seluruh dunia. Mereka mengadakan konferensi telepresence (disebut Fusion 3.0) untuk membahas strategi bisnis dengan melibatkan lebih dari 200 orang dari Iowa (Amerika Serikat) hingga Sydney (Australia),” kata Rowan.

BACA JUGA:   Tantangan SDM dan Pemasaran MICE

Kevin Larstone, Creative Director Create If, mengatakan, setidaknya terdapat empat kelebihan virtual event. Pertama, virtual event tidak memerlukan biaya besar untuk sewa ruang, dekorasi, makanan, dan transportasi. “Dengan menghilangkan sejumlah biaya, exhibitor dapat memberikan pengalaman online berkualitas tinggi kepada audiensi,” katanya.

Hal senada disampaikan Rowan. Ia menilai virtual event jauh lebih efisien dan hemat dibanding pameran fisik. Ia mengambil contoh pertemuan Asia Pacific, The Middle East and Africa (AMEA) 2013 yang digelar BT Global Services secara virtual di sepuluh kota dengan melibatkan 105 jurnalis dan analis. Dengan virtual event, anggaran pertemuan ini dapat dipangkas hingga £60.000 (Rp1,2 miliar). “Pada tahun 2012, kami menggelar pameran fisik AMEA di Hong Kong. Saat itu, kami hanya mengundang 60 jurnalis dan analis,” katanya.

Kesuksesan tersebut membuat BT Global Services kembali mengadakan pertemuan AMEA secara virtual pada tahun 2014. BT Global Services menggunakan telepresence dalam empat bahasa untuk menghubungkan publik dan exhibitor di 11 kota di Eropa.  “Saat ini, kami tengah menjajaki kemungkinan kerja sama dengan Music Director Southbank Sinfonia, Simon Over, untuk menggelar konser virtual. Orkestra akan berada di London, sedangkan penonton di Jepang, Hong Kong, dan Singapura,” imbuhnya.

BACA JUGA:   Destinasi yang Paling Terdampak Corona Justru Paling Cepat Pulih

Kedua, virtual event merupakan cara terbaik untuk berbagi informasi. Larstone mengatakan, virtual event merupakan cara berpromosi dan berjualan terbaik bagi marketer. Dapat dikatakan demikian virtual event memungkinkan kedua belah pihak berbagi audio dan video melalui browser kepada siapa saja dan di mana saja. Namun, untuk dapat menarik perhatian audiensi, Larstone menyarankan untuk memasukkan unsur kuis, permainan, dan komponen interaktif lainnya dalam konten presentasi.

Rowan menjelaskan, rentang perhatian audiensi pada virtual event cenderung lebih pendek. Oleh karena itu, guna menarik perhatian audiensi, dituntut materi presentasi singkat dengan sokongan video high-definition yang menawarkan ketajaman gambar. Namun, ia juga mengingatkan bahwa audiensi wajib menggunakan koneksi Internet yang mumpuni untuk dapat mengakses materi tersebut dengan baik.

“Ketika Syngenta menggunakan Fusion 3.0, sekitar 95 persen audiensi mengaku puas dengan telepresence tersebut. Pertanyaan Anda selanjutnya tentu bagaimana dengan audiensi yang tidak memiliki fasilitas video conferencing? Pada dasarnya, audiensi dapat menjalankan audio conference dan menggunakan WebEx untuk melihat grafik dan slide presentasi,” kata Rowan.

BACA JUGA:   Tren Event di Mal

Ketiga, virtual event memungkinkan exhibitor mengetahui keuntungan yang dihasilkan dari kegiatan tersebut secara real time dan akurat. Keempat, virtual event mampu menekan emisi CO2 hingga 100.000 ton per tahun yang seharusnya tercipta dari perjalanan jarak jauh untuk mencapai lokasi pameran.

Meski memanfaatkan teknologi digital secara maksimal dinilai sarat kelebihan, Rowan menilai ke depannya perkembangan virtual event masih akan menghadapi tantangan. Persoalan utamanya, menurut Rowan, adalah ketersediaan jaringan Internet yang stabil dan baik. “Virtual event sangat mengandalkan jaringan. Ketika itu tidak dipenuhi, maka acara Anda tidak akan berjalan lancar. Sejumlah negara dengan koneksi Internet yang masih lemah sebaiknya tidak melakukan virtual event dalam skala besar,” katanya.

Penulis: Siska Maria Eviline