Anak zaman sekarang tak bisa lepas dari internet. Mulai dari menonton di platform berbagi video, media sosial sampai mencari informasi di mesin pencari. Namun, perlu diketahui ada bahaya di balik dunia maya. Orangtua seringkali merasa kesulitan untuk memastikan keamanan anak saat menggunakan internet.
“Anak-anak di usia sekolah memang menjadi salah satu pihak yang paling rentan di ruang maya,” kata Dr. Rivai Harun, Sekertaris Yayasan Bhakti Rikho Jatim Sejahtera Magetan, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Magetan, Jawa Timur, Selasa (7/92021).
Berdasarkan sebuah riset, kata dia, terdapat tiga risiko utama yang mengancam anak-anak ketika berselancar di dunia maya. Pertama, anak-anak rentan menerima serangan siber. “Anak-anak bisa menerima konten yang berisi eksploitasi seksual, tindakan menyakiti diri sendiri, bunuh diri, konten pornografi, hingga konten berbau radikalisme.”
Selanjutnya, kata Rivai, anak-anak juga rentan mengalami adiksi siber, seperti ketagihan gawai atau konten di internet. “Anak-anak juga rentang melakukan atau menerima perundungan siber (cyberbullying),” ujar dia.
Untuk melindungi anak dari berbagai kejahatan siber, para orangtua harus siap mengawal aktivitas online sang anak. “Salah satu hal pertama yang dibangun orangtua ialah kepercayaan dengan anak. Mengingat anak-anak sudah mulai mengenal internet di usia dini.” Menurut Rivai, dengan adanya rasa saling percaya ini, diharapkan anak-anak akan selalu terbuka kepada orangtuanya terkait aktivitas online yang mereka kerjakan.
Selanjutnya, kata dia, orangtua juga perlu menggunakan berbagai fitur atau aplikasi keamanan online untuk melindungi anak-anak mereka ketika berselancar di internet. Orangtua bisa memanfaatkan fitur safe search pada Google Search, mode terbatas pada YouTube, atau menggunakan aplikasi Family Link untuk mengontrol aktivitas online anak.
Menurut riset Google, sebanyak 66% orangtua yang diwawancarai sudah menerapkan berbagai fitur kemanan online tersebut. Orangtua juga bisa memberikan penjelasan dan pemahaman soal dasar-dasar keamanan online yang perlu diketahui anak. Langkah ini, menurut Rivai, menjadi salah satu yang krusial karena masih ada keluarga yang belum atau enggan membicarakan soal keamanan online dengan anaknya.
“Orangtua juga perlu mengajak anak berdiskusi soal bahaya berinteraksi dengan orang asing di ruang maya, bicara tentang game yang dimainkan atau video yang ditonton, serta orang-orang yang ditemui secara online,” kata dia.
Orangtua, lanjut dia,harus turut hadir dan berperan ketika anak-anak berselancar di internet, entah itu ketika mengakses konten edukasi, hiburan, atau yang lainnya. Rivai pun miris dengan kebiasaan sejumlah orangtua yang justru menyodorkan gawai dan konten hiburan kepada anak-anak mereka agar bisa diam dan tidak membuat keributan (tantrum).
“Kalau tidak ada pendampingan orangtua, anak-anak berpotensinya menjadi asosial, karena terlalu asyik dengan dunianya sendiri,” ujar dia.
Walaupun menjadi kalangan yang paling rentan, tak bisa dipungkiri internet juga sudah menjadi bagian dari kehidupan anak-anak. Internet kerap digunakan untuk melakukan pembelajaran jarak jauh, mencari hiburan, dan berkomunikasi dengan teman sebaya.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0