Cikal Bakal Radikalisme Melalui Media Sosial

Tuesday, 21 September 21 Venue

Perkembangan teknologi digital membawa dampak positif dan negatif di kehidupan manusia. Positifnya, teknologi digital memudahkan kehidupan manusia, meningkatkan peluang ekonomi agar lebih produktif, dan memudahkan bersosialisasi juga mendapatkan informasi.

Di samping itu, menurut Stephanie Olivia seorang tenaga ahli DPR RI, nyatanya teknologi ini memberikan dampak negatif yang bisa membahayakan keamanan dan keselamatan penggunanya, termasuk pada masyarakat luas.

“Di antaranya kecanduan gawai, persaingan semakin ketat, dan individu tidak mampu menyaring informasi yang begitu banyak sehingga munculnya hoaks. Hal tersebut merupakan cikal bakal radikalisme,” ujarnya dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Senin (20/9/2021).

Radikalisme, kata dia, ialah paham atau aliran yang bersikap ekstrem dalam aliran politik yang menginginkan pembaharuan sosial politik dengan cara kekerasan atau drastis. Contoh radikalis grup adalah ISIS yang memiliki tujuan membangun negara kekhalifahan dengan cara-cara kekerasan.

BACA JUGA:   Waspadai Pinjol Ilegal, Ini Ciri Khasnya

Sebelum adanya media sosial, kata Stephanie, cara perekrutan ISIS dilakukan secara langsung kepada sekelompok orang. Namun, di era teknologi digital seperti sekarang, sistem perekturan juga dilakukan melalui media sosial seperti Twitter, Telegram, dan lainnya. “Biasanya unggahan kelompok ini bersifat provokatif dan membawa isu SARA.”

Dia menuturkan, sebelumnya pernah terjadi kasus penyerangan oleh salah satu anggota kelompok ISIS ke Mabes Polri. Dalam aksinya, pelaku melakukannya sendirian dan mempelajari ideologi radikal secara mandiri. “Melalui contoh kasus ini, dapat terlihat redikalisme bisa dilakukan hanya karena terpapar idelogi di media sosial,” kata Stephanie.

Dia menambahkan, “sebenarnya era digital membuat radikalisme semakin marak, yang bahaya ialah paham radikal yang berujung aksi teror. Di mana aksi teror itu merugikan masyarakat. Biasanya diikuti oleh korban jiwa. ISIS sangat diuntungkan dengan dunia digital, karena bisa klaim segala aksi teror yang terjadi,” ujarnya.

BACA JUGA:   Fenomena Revolusi Masif Sebabkan Perubahan Interaksi Sosial

Stephanie mengatakan, apapun yang dilihat dan dikonsumsi di dunia digital harus diwaspadai. Sebagai konsumen media sosial, harus selalu bijak dan memiliki pemahaman yang baik terhadap suatu isu. Mempelajari isu tertentu pun tidak hanya dari satu sumber, tetapi dibandingkan antar sumber yang kredibel. “Kita pun perlu memperbanyak riset terhadap sesuatu di internet. Memilih konten yang kita konsumsi di dunia digital serta tidak menyebarkan berita yang provokatif,” katanya.

Dengan demikian, menurut dia, ketika mendapat informasi dari internet maka perlu melihat sumber terpercaya. Jika menemukan ujaran kebencian atau posting provokatif, jangan ikut menyebarkan. “Menjadi masyarakat proaktif yang melaporkan hoaks, ujaran kebencian atau SARA, radikalisme, dan terorisme ke aduan konten. Hal tersebut juga upaya kita sebagai masyarakat sipil dalam memberantas radikalisme dan terorisme,” kata dia.

BACA JUGA:   Peluang Wirausaha Digital Sangat Menggiurkan

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).