Di era Pandemi Covid-19, hoaks dengan mudahnya tersebar. Menurut Ari Budi Wibowo, Kepala Bidang Kemitraan Siberkreasi, hoaks akan memperparah suatu keadaan ketika seseorang mendapatkan informasi yang tidak utuh.
“Misalnya, di era pandemi ini banyak hoaks mengenai vaksin sehingga menyebabkan orang jadi takut untuk divaksin,” kata dia dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (23/11/2021).
Hoaks, lanjut Ari, datang dari ‘katanya’. Informasi yang salah berdampak pada kepanikan. “Hal ini bisa menyebabkan orang menyepelekan covid, akhirnya jadi abai terhadap protokol kesehatan. Ujung-ujungnya akan mengancam kesehatan kita,” ujar dia.
Dia menuturkan, selama pandemi, rata-rata 3-5 hoaks muncul setiap harinya. “Yang lebih memperparah ialah penyebaran hoaks meningkat hingga dua kali lipat. Segala platform digunakan untuk menyebarkan hoaks mengenai covid, seperti Facebook, Twitter, Whatsapp, dan Instagram.”
Data Mastel tahun 2019 menyatakan, sebanyak 87,50 persen hoaks menyebar lewat media sosial. Informasi-informasi itu ada dan menyebar luas di media sosial karena platform ini menjadi sumber utama masyarakat untuk mencari berita. “Bahkan, televisi dan media cetak sudah tidak terlalu diminati oleh masyarakat,” kata Ari.
Menurutnya, hoaks itu ada beberapa macam. Pertama, misinformasi yakni informasi yang salah tetapi orang menyebarkan tanpa sengaja dan percaya bahwa itu benar. Kedua, disinformasi yaitu informasi salah yang sengaja disebarkan. Ketiga, malinformasi yaitu informasi benar tetapi sengaja disebarkan untuk merugikan seseorang atau kelompok tertentu.
“Warga digital secara tidak sengaja menyebarkan hoaks karena kurang kritis dan tidak peduli apakah itu hoaks atau bukan. Di era politik dan pandemi ini sangat mudah hoaks itu tersebar,” kata Ari.
Di masa ini, lanjut dia, hidup dalam era pasca kebenaran, di mana orang-orang hanya percaya apa yang mereka percayai baik itu hoaks atau bukan. “Dengan demikian kita harus paham bagaimana mendeteksi hoaks,” ujar dia.
Pada berita hoaks, judul dibuat cenderung provokatif dengan bahasa sensasional. Isinya menggiring opini publik, judul dan isi tidak nyambung serta mengandung kalimat sugestif seperti sebarkan dan viralkan.
“Apabila kita ragu terhadap suatu informasi, kita bisa memeriksanya pada situs-situs yang telah disediakan, seperti turnbackhoax.id atau cekfakta.com. Ketika menemukan hoaks, kita bisa melaporkannya ke situs aduankonten.id,” kata Ari.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0