Berita hoaks banyak beredar terutama di media sosial. Menurut Khoirul Adib, Owner KA Studio, dari tingkat rekayasa, jenis hoaks terbagi dua yaitu yang mudah diklarifikasi dan yang sulit diklarifikasi.
“Hoaks yang mudah diklarifikasi adalah yang sebagian besar konten adalah fiksi atau fitnah yang mudah dicari bantahannya, umum terjadi di situs clickbait,” kata dia dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Senin (6/9/2021).
Sedangkan hoaks yang sulit diklarifikasi, lanjut dia, adalah berita yang menggabungkan fakta dan fiksi, kadang 80 persen fakta, dan 20 persen fiksi. Serta direkayasa oleh tim dengan kemampuan yang tinggi.
“Hoaks ini memberikan dampak negatif bagi siapa saja,” kata Khoirul. Kontennya, lanjut dia, biasanya berisi hal negatif, yang bersifat hasut dan fitnah. “Hoaks akan menyasar emosi masyarakat, dan menimbulkan opini negatif sehingga terjadi disintergratif bangsa.”
Hoaks, kata Khoirul, juga memberikan provokasi dan agitasi negatif, yaitu menyulut kebencian, kemarahan, hasutan kepada orang banyak (untuk mengadakan huru-hara, pemberontakan, dan sebagainya), biasanya dilakukan oleh tokoh atau aktivitis partai politik, pidato yang berapi-api untuk mempengaruhi massa.
Hoaks juga merupakan propaganda negatif, dimana sebuah upaya yang disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan mempengaruhi langsung perilaku agar memberikan respon sesuai yang dikehendaki oleh pelaku propaganda.
Khoirul mengatakan, jenis hoaks yang paling sering diterima adalah masalah sosial politik, yaitu sekitar 91,8 persen, masalah SARA sebanyak 88,6 persen, dan kesehatan 41,2 persen. Selanjutnya makanan dan minuman 32,6 persen, penipuan keuangan 24,5 persen, iptek 23,7 persen, berita duka 18,8 persen, candaan 17,6 persen, bencana alam 10,3 persen hingga lalu lintas 4 persen.
“Hoaks di bidang energi misalnya hoaks lowongan pekerjaan. Karena lowongan kerja di bidang energi masih menjadi primadona. Potensi muncul hoaks ketika terjadi ada kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan kebijakan perusahaan,” ujarnya.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0