Era transformasi digital memunculkan rasa khawatir bagi orangtua apabila anak menjadi kecanduan gawai. Sebab, di masa kini, penggunaan teknologi tidak bisa ditolak dan merupakan keharusan untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan dan perubahan budaya.
“Dilema orangtua masa kini, antara memberikan izin pemakaian gawai untuk kebutuhan pendidikan, mengakses buku dan hiburan, namun di sisi lain khawatir dengan kesehatan anak, menjadi ketergantungan pada gawai, dan terpapar konten negatif,” ujar Diana Aletheia Balienda, Fasilitator Kaizen Room dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Senin (6/9/2021).
Kemudahan mencari berbagai informasi di gawai, kata Diana, memang memberikan keuntungan, tapi ada saatnya juga merugikan. Sebab interaksi semakin berkurang hingga muncul istilah: gawai mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. “Ini menjadi sindiran untuk masyarakat digital pada umumnya yang sibuk dengan gawai daripada berinteraksi dengan orang yang benar-benar ada di dekatnya,” ujar dia.
Diana mengatakan, orangtua harus mengetahui bahaya kecanduan gawai pada anak. Ketika anak tidak merasa cemas karena tidak menggunakan gawai, hal ini menjadi tanda awal anak mengalami kecanduan gadget. “Secara emosional kondisi tersebut membuat anak gampang marah ketika tidak diberikan gawainya,” ujar dia.
Kecanduan gawai, kata Diana, dapat menghambat perkembangan anak karena mereka menjadi kurang bergerak, bahkan kecanduan gawai bisa menghambat kecerdasan anak jika sudah terpapar dengan konten negatif. “Dari sisi kesehatan anak menjadi kurang tidur. Interaksi sosial terganggu, prestasi dan kreativitas anak menurun.”
Diana menuturkan, masih ada sisi positif dari menggunakan gawai selama digunakan dengan baik. Anak bisa lebih pintar memilih informasi, bisa mengambil keputusan dengan cepat, bisa berpikir kreatif, dapat meniru kebiasaan baik dari konten yang dikonsumsinya.
“Kekhawatiran orangtua itu takut anaknya tidak terkontrol ketika sudah ketergantungan menggunakan gawai. Oleh sebab itu, orangtua harus mampu mendampingi anak ketika belajar dan bermain serta membangun komunikasi bersama,” ujar dia.
Saat anak menggunakan gawai, lanjut Diana, harus dalam pengawasan orangtua. Jangan sampai anak kebablasan hingga mengakses hal-hal negatif. Karena di ruang digital banyak sekali kejadian negatif yang bisa ditemui seperti perundungan atau tindak kejahatan digital lainnya. Untuk menghindari hal-hal tersebut orangtua perlu memahami digital parenting.
“Cara aman berinternet yaitu dengan menggunakan password yang kuat dan berbeda di setiap akun yang digunakan serta selalu diganti secara berkala. Membiasakan log out ketika menggunakan perangkat digital yang bukan milik pribadi. Mengaktifkan pengaturan privasi dan pastikan menjelajah di situs terpercaya dan download aplikasi resmi. Menghapus riwayat penelusuran dan meminimalisir menggunakan jaringan publik gratis,” kata Diana.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0