Media sosial merupakan medium di internet yang memungkinkan penggunanya mempresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, saling berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lainnya, dan membentuk ikatan sosial secara virtual. Hal itu diungkapkan Aprida M. Sihombing, Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR, dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Kamis (17/6/2021).
“Untuk itu, kita harus memahami konten. Biasakan membaca, mendengarkan / menonton konten secara menyeluruh, tidak setengah-setengah, dan tidak berasumsi. Pastikan kita memahami isi konten yang kita lihat: foto / video + caption, jangan teralihkan gerakan, alih-alih hanya melihat sang selebriti bergoyang tiktok, tanpa melihat unsur lain dalam konten tersebut, misalnya ada edukasi pada tulisan-tulisan yang ditampilkan bersamaan dengan gerakan. Serta mengetahui tujuan konten tersebut dibuat menghibur, menyampaikan gagasan hingga strategi marketing,” paparnya.
Aprida menjelaskan, baru-baru ini warganet Indonesia menempati urutan paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Data ini dilansir dari Digital Civility Index (DCI) – Microsoft.
“Rata-rata netizen Indonesia melakukan bullying di dunia digital. Hal ini dapat terjadi di media sosial, platform chatting, platform bermain game, dan ponsel,” ujar Aprida.
Cyberbullying merupakan perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran. Contohnya termasuk mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan melalui platform chatting, menuliskan kata-kata menyakitkan pada kolom komentar media sosial, atau mem-posting sesuatu yang memalukan / menyakitkan.
UNICEF mencatat pada 2016 antara 41% hingga 50% remaja di Indonesia dalam kisaran usia 13-15 tahun pernah menjadi korban cyberbullying. Dari 43,5 juta responden remaja Indonesia yang berada di usia 10 hingga 19 tahun, hanya 42% (setara dengan 18,2 juta anak) di antaranya yang menyadari risiko akan tindakan cyberbullying.
Lima dampak yang dapat ditimbulkan cyberbullying terhadap korbannya antara lain pengaruh depresif, rasa kesepian, kecemasan sosial, gangguan somatik, serta perilaku bunuh diri.
“Kecakapan digital harus ditingkatkan dalam masyarakat agar mampu menampilkan konten kreatif mendidik yang menyejukkan dan menyerukan perdamaian. Sebab, tantangan di ruang digital semakin besar seperti konten-konten negatif, kejahatan penipuan daring, perjudian, eksploitasi seksual pada anak, ujaran kebencian, radikalisme berbasis digital,” kata Presiden Joko Widodo.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0