Pertumbuhan pengguna media sosial yang masif mengubah pola kebiasaan sosial masyarakat. Menurut Zulfa Aulia Nurfaiza, Sosial Media Enthusiast, setidaknya ada tiga perubahan kebiasaan sosial dalam masyarakat yang disebabkan oleh Media Sosial.
Pertama, cara berinteraksi seseorang tidak lagi harus bertatap muka untuk dapat berkomunikasi, dapat dilakukan kapanpun, dan tidak lagi terikat jarak dan waktu.
“Walaupun hal tersebut menimbulkan kecenderungan seseorang untuk selalu menggunakan smartphone sepanjang waktu, sehingga menciptakan jarak dengan orang di sekitarnya dan mengurangi intensitas interaksi secara langsung dengan orang lain,” ujar Zulfa, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Rabu (10/11/2021).
Kemudian yang kedua adalah penerimaan informasi. Penyebaran informasi yang cepat dan mudah membuat informasi yang berkembang di media sosial menjadi sangat beragam, sehingga ada kolerasi dengan keragaman masyarakat dalam menerima dan menyikapi informasi tersebut.
“Bentuk informasi di media sosial yang sebagian besar berupa audio visual, terkadang menimbulkan kesalahpahaman dalam mengartikan isi pesan yang disampaikan. Karena pengguna media sosial menginterpretasikan makna menurut konteks budaya, pengetahuan, dan pengalaman mereka masing-masing,” tuturnya.
Ketiga adalah proses sosialisasinya. Sesuai fungsinya, media sosial berhasil menjadi sarana bagi masyarakat untuk melakukan kehidupan sosial secara efektif dan efisien. Namun, di sisi lain, media sosial juga secara tidak langsung menghapus batasan-batasan dalam bersosialisasi. Norma dan etika yang dijunjung tinggi dalam bersosialiasi di dunia nyata seolah tak lagi menjadi hal penting bagi penggunanya. Batasan privasi seseorang di dalam media sosial juga menjadi rentan untuk terganggu.
Ia mengungkapkan, telah terjadi banyak contoh kasus di media sosial yang menunjukkan kurangnya perhatian tentang hal tersebut. Sebut saja kasus-kasus prank di platform YouTube yang meskipun dibuat dengan konteks hiburan, namun sebagian besar merugikan atau bahkan mengganggu privasi orang lain.
“Kasus cyberbullying yang dilakukan tanpa suatu tujuan yang jelas oleh pihak-pihak tertentu. Hingga konten-konten media sosial yang bersifat provokatif, bertujuan mengadu domba suatu kelompok,” jelasnya.
Contoh kasus tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan pada kebiasaan bersosialisasi masyarakat di media sosial. Ada beberapa hal yang mendasari mengapa hal tersebut dapat terjadi, diantaranya adalah:
- Hilangnya konteks sosial. Tidak adanya interaksi secara tatap muka langsung membuat rentan terjadinya kesalahpahaman antara pengguna media sosial. Pengguna juga lebih sering dihadapkan pada suatu hal atau orang tak dikenal yang tidak sesuai dengan dirinya. Bagi pengguna yang tidak memperhatikan bagaimana respon yang baik untuk menyikapinya, maka hal tersebut menjadi rentan berujung pada konflik.
- Pengguna media sosial belum memahami etika bersosial media yang baik. Sebagian masih beranggapan dunia maya adalah tempat yang bebas untuk melakukan apapun, mengekspresikan diri, menyikapi informasi sesuai kehendaknya. Padahal tetap ada batasan-batasan yang perlu diperhatikan di dalam sosial media.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0