Generasi milenial kerap dinilai sebagai generasi yang kreatif dan berani mengambil risiko. Mereka memiliki banyak ide-ide menarik dan memiliki karakter yang sangat produktif. Tapi di sisi lain, mereka juga sangat konsumtif. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh budaya digital dan penggunaan internet.
“Internet sangat melekat dalam kehidupan [generasi milenial], bukan cuma untuk komunikasi atau mengonsumsi konten tapi juga melakukan transaksi,” ujar Diah Renata Anggraeni, Associate Faculty Member Binus University, dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis (12/8/2021).
Menurut survey APJI pada 2018, internet telah mengambil peran yang sangat siginifikan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Penetrasi internet di Indonesia telah melampaui angka 50 persen dari total penduduk. Dari total 262 juta jiwa, sebanyak 143,26 orang diperkirakan telah menggunakan internet. Dari seluruh pengguna internet tersebut, sekitar 49 persen berasal dari kalangan generasi milenial.
Generasi milenial menggunakan internet untuk melakukan segala jenis transaksi, dari transportasi, membeli makanan, jalan-jalan, hingga berbelanja pakaian dan kebutuhan sehari-hari. Hal ini memiliki dampak positif dan negatif tersendiri. Dampak positifnya adalah pergerakan generasi milenial menjadi sangat cepat, karena bertransaksi lewat internet menghilangkan berbagai hambatan dan limitasi yang muncul ketika bertransaksi secara fisik.
“Misalnya, mereka tidak perlu menghabiskan waktu dan usaha banyak hanya untuk melihat-lihat barang di toko. Selain itu, internet juga memberikan akses terhadap pasar yang lebih luas. Namun di sisi lain, budaya digital dan penggunaan internet untuk transaksi ini telah membuat generasi milenial sangat konsumtif. Hal ini juga didukung oleh beberapa faktor,” ujarnya.
Faktor yang pertama adalah peer pressure dari komunitas atau lingkaran pertemanan. Seorang anak milenial akan merasa tertekan untuk ikut membeli barang-barang tertentu jika teman-teman di dalam komunitasnya juga menggunakan atau memiliki barang tersebut. “Namanya anak muda, kalau satu pertemanan sudah pakai, mereka akan ikuti semua,” katanya.
Yang kedua adalah pengaruh dari influencer di media sosial. Kebanyakan anak milenial memiliki seorang influencer yang ia ikuti di media sosial, tergantung pada kegemaran dan ketertarikannya masing-masing. Influencer yang memproduksi konten dan memiliki jumlah pengikut yang banyak tersebut juga biasanya sering bekerja sama dengan berbagai label untuk mempromosikan produk mereka (endorsement).
Ketika seorang anak milenial melihat influencer idolanya menggunakan atau memiliki suatu barang, ia pun akan terdorong untuk ikut membelinya. Endorsement lewat influencer media sosial ini bahkan merupakan cara pemasaran produk yang lebih efektif bagi generasi milenial, dibandingkan memasang iklan di televisi.
“Bukan lagi masalah iklan TV, tapi influencer ngomong apa lebih berpengaruh kepada generasi milenial,” tuturnya.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0