Kemajuan teknologi dan mudahnya akses terhadap internet membuat anak-anak berisiko terpapar konten pornografi. Secara istilah, menurut Ida I Dewa Ayu Yayati Wilyadewi, Ketua Inkubator Bisnis Unhi Denpasar, pornografi mengarah para gambaran tubuh manusia atau perilaku seksualitas manusia secara terbuka. Dengan tujuan merangsang gairah seksual.
“Konten pornografi ini tidak dapat dibiarkan atau pun dibenarkan. Hal ini dapat memengaruhi perilaku anak jika terpapar di usia yang belum saatnya,” ujarnya dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (16/9/2021). Dia melanjutkan, “maka, penting bagi orangtua untuk melindungi anak dari pornografi,” ujarnya.
I Dewa Ayu Yayati mengatakan, konten pornografi dapat menggunakan berbagai media. Misalnya, dalam bentuk tulisan, foto, video, maupun suara. Konten ini dapat muncul di mana saja, baik di situs pencarian internet maupun media sosial.
Menurut dia, dampak yang muncul akibat terpapar pornografi yaitu kecanduan pornografi. Dia mengatakan, apabila anak terpapar konten pornografi di usia muda, anak cenderung belum memahami betul objek apa yang dia lihat atau tonton. “Akibatnya, anak akan terus mencari konten tersebut karena biasanya pornografi menimbulkan rasa senang dalam diri.”
I Dewa Ayu Yayati menuturkan, orangtua perlu mengetahui kecanduan pornografi dapat memicu anak menjadi pelaku atau korban dari kejahatan seksual. “Anak yang kecanduan terhadap konten pornografi juga dapat memiliki perilaku seksual menyimpang,” kata dia.
Oleh karena itu, I Dewa Ayu Yayati meminta agar orangtua mau mengajarkan anak memahami seks dengan memberikan sex education. “Biasanya, anak mudah terpapar pornografi melalui internet. Misalnya, saat menggunakan media sosial. Salah satu langkah pencegahan atau perlindungan dari pajanan pornografi, yaitu dengan memberi pemahaman mengenai sex education atau pendidikan seks.”
Menurut dia, hal itu merupakan pemahaman dasar yang mengajarkan anak tentang nama alat kelamin beserta fungsi dan batasan-batasannya. Pendidikan seks ini dianjurkan dimulai dari usia anak 15-18 bulan, dengan cara mengenalkan nama dan fungsi alat kelamin sebagai salah satu anggota tubuhnya. Selanjutnya, pada usia anak memasuki 2–3 tahun, orangtua mulai mengenalkan identitas gender.
“Kemudian di usia prasekolah, orangtua sebaiknya mulai memberitahukan tentang batasan-batasan area privat anak. Di usia sekolah, tepatnya 6-8 tahun, ajarkan lagi hal-hal yang lebih khusus karena biasanya anak mulai lebih kritis,” tutur I Dewa Ayu Yayati.
Selain itu, dia juga meminta orangtua agar mau menyediakan waktu untuk berdiskusi dengan anak. “Hal paling penting untuk melindungi anak agar tidak terpapar konten pornografi berbahaya, yaitu dengan menyediakan waktu berdiskusi. Sebisa mungkin, anak mendapatkan pemahaman mengenai pendidikan seks dari orangtuanya. Jadi, anak tidak mencuri-curi kesempatan mencari tahu dari internet.”
I Dewa Ayu Yayati juga meminta orangtua agar tetap mengawasi anak saat menggunakan internet. “Meskipun anak telah memasuki masa remaja sehingga diperbolehkan untuk menggunakan gawai secara mandiri dan sudah cukup mengerti konten pornografi. Namun, tetap awasi atau dampingi.”
Dia mengatakan, canggihnya teknologi dan kemudahan akses internet membuat anak lebih berisiko terpapar konten pornografi. “Jadi, orangtua perlu membatasi agar tidak terjadi dampak negatif yang merugikan.”
Dia juga menyarankan agar orangtua membuat batasan atau aturan yang telah disepakati bersama. “Mengingat remaja biasanya memiliki kemampuan komunikasi dan berpikir yang lebih baik dari usia anak. Jadi, orangtua perlu mendidiknya dengan cara berbeda.”
Orangtua, kata dia, dapat mengatasinya dengan membuat aturan atau batasan yang telah disepakati bersama. Misalnya, kesepakatan untuk didampingi saat menonton serial drama atau film remaja yang bisa saja mengandung pornografi.
“Bisa juga kesepakatan tentang jadwal menggunakan internet dan media sosial. Ketika hari sekolah, anak hanya diperbolehkan menggunakan gawai hingga pukul 21.00 WIB. Sedangkan saat hari libur, boleh menggunakan gawai sampai pukul 22.00 WIB,” ujar dia.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, dan tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan empat pilar utama, yaitu Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills).
KOMENTAR
0